blank

Orang yang sukar memaafkan tidak mengerti kalau memaafkan itu lebih nikmat daripada tidak memaafkan. Kalau ada kejahatan menimpa kita kalau kita online dengan malaikat dan Allah maka kejahatan yang meluncur ke kita itu akan diambil alih oleh malaikat yang speednya lebih tinggi dari kemampuan manusia, sehingga ketika sampai kita dia ubah menjadi rizki.

Pertanyaan
Dalam kita berteman terkadang kita berbuat kesalahan tetapi terkadang susah sekali memaafkan, bagaimana Cak caranya agar bisa mudah memaafkan dengan penuh kasih sayang?

Tanggapan Cak Nun
Memang dalam dunia psikologi ada empat macam orang; ada orang yang sukar marah tetapi mudah memaafkan, ada orang yang mudah marah dan sukar memaafkan, ada orang yang mudah marah mudah memaafkan, dan ada orang sukar marah dan sukar memaafkan.

Sama dengan dalam bidang ilmu, mengerti dan tahu kalau dia mengerti (belajarlah kepada dia), orang mengerti tetapi tidak tahu kalau dia mengerti (bangunkan dia), orang yang tidak mengerti tetapi dia tahu kalau dia tidak mengerti (temanilah dia), orang yang tidak mengerti dan tidak mengerti kalau dia tidak mengerti (tinggalkan).

Kembali ke soal memaafkan, kita jangan menyuruh orang berbuat baik dan berbuat benar tapi harus menciptakan situasi menikmati kebenaran dan kebaikan. Kebenaran itu tidak untuk Anda pamer-pamerkan. Kebenaran itu untuk bekal di dalam dirimu. Keluarnya harus akhlakulkarimah, kelembutan, kasih sayang, dan keamanaan bersama. Ada orang pincang, tidak usah kita sebut, nang endi cang? Meskipun benar dia pincang, tetapi tidak boleh kebenaran tentang pincang itu Anda omongkan.

Dulu ada teman saya yang sakit usus buntu, kemudian ada teman saya yang lain datang dan berkata, “Ini adalah satu dari tujuh penyakit yang mematikan.” Kita tidak boleh mengatakan kepada yang kita perkirakan mati menurut ilmu kita karena Allah berhak mengubah kapan saja dan kepada siapa saja. Orang yang sukar memaafkan itu tidak mengerti kalau memaafkan itu lebih nikmat daripada tidak memaafkan. Nikmatnya memaafkan itu luar biasa.

Mbak Via pernah ditanya, “Cak Nun kan sering difitnah orang, terus bagaimana?” Jawaban Mbak Via, “Ya tidak ada masalah, kalau Cak Nun yang memfitnah buru saya stress. Tetapi kalau Cak Nun yang difitnah saya seneng.”

Ada rumus “Wamaa ramaita idz ramaita, walaakinnallaaha ramaa” (di Surat Al Anfaal ayat 17) kalau ada kejahatan menimpa kita kalau kita online dengan malaikat dan Allah maka kejahatan yang meluncur ke kita itu akan diambil alih oleh malaikat yang speednya lebih tinggi dari kemampuan manusia, sehingga ketika sampai kita dia ubah menjadi rizki. Kalau Anda wiridannya itu maka diapakan saja sama orang jadinya malah baik, jadi rizki malahan. Sesungguhnya bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.”

Fitnah itu bisa jadi positif untuk yang difitnah dan pasti negatif bagi yang memfitnah. Orang yang tidak memaafkan akan rugi karena dia tidak tahu betapa nikmatnya memaafkan. Allah memiliki enam sifat pemaaf. Untuk dosa pribadi ghofur, untuk dosa sosial ghofar, yang sifatnya hati al afu, pokoknya macam-macam konteksnya. Pokoknya Allah selalu memaafkan “Datanglah kepadaku meskipun dengan memanggul dosa setinggi gunung. Percayalah bahwa dosamu yang bergunung-gunung itu tidak berarti bagi alam semesta permaafkanku yang akan menenggelamkan dosa-dosamu.” Kata Allah.
Maka saya memaafkan. Kalau saya punya dendam, saya daya dunakan untuk membakar energi. Tapi keluarnya tidak boleh menjadi tindakan bagi orang yang saya dendami. Dendam menjadi baik jika di atur sebagai energi. (Muhajir Arrosyid).

Ket: Syawalan Keluarga Besar Fakultas Kedokteran UGM, 4 Juli 2017