blank

“Pemimpin adalah cerminan rakyatnya” merupakan ungkapan yang relevan dengan konsep negara demokrasi. Demokrasi memiliki konsep rakyat menjadi objek sekaligus subjek dalam menjalankan negara. Sebagaimana diungkapkan oleh Abraham Lincoln, “demokrasi adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.” Artinya bahwa rakyat memiliki kekuasaan tertinggi dalam menjalankan negara demokrasi. Satu momen yang paling menentukan arah negara demokrasi adalah pemilihan umum. Dalam negara ini pesta demokrasi dilaksanakan lima tahun sekali, sekaligus lima tahun sekali terjadi transaksi suara antara rakyat dengan calon wakilnya dan pemimpinnya. Benar, masa depan bangsa ini setiap lima tahun sekali seolah bisa ditukar dengan sejumlah uang. Tidak hanya itu, bahkan banyak sekali rakyat yang bisa dimobilisasi melalui doktrin, dalil agama, sosial media, atau tokoh, untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin tertentu. Artinya rakyat memilih tidak dengan kesadaran penuh mengenai sesuatu yang dia pilih, tidak tahu visi-misi wakil dan pemimpinnya mereka hanya takluk dengan uang, arus sosial media, atau doktrin tokoh tertentu. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa rakyat negara ini masih belum memiliki kesadaran penuh tentang konsep demokrasi yang baik.
Menanggapi berbagai persoalan di atas Gus Sabrang dalam milad Gambang Syafaat ke-24, berpandangan bahwa memilih dengan bijak adalah penentu arah bangsa. Baginya, memilih bukan seperti berjudi yang tidak tahu gagasan apa yang dibawa oleh calon wakil rakyat dan calon pemimpinnya. Menurutnya mengutip dari Serat Centhini yang selalu diajarkan Mbah Nun bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ada sisi feminim dan sisi masqulin. Dalam kodratnya sisi feminim memilih sesuatu yang ditawarkan oleh sisi masqulin, seorang perempuan yang bermartabat dalam memilih pria tentunya harus memiliki kriteria-kriteria tertentu. Lebih lanjut, menurutnya konsep tersebut memiliki relevansi dalam kontestasi pemilu. Para calon wakil rakyat dan pemimpin berada pada sisi masqulin yang menawarkan sesuatu pada rakyat yang berada pada sisi feminis. Artinya, sebagai rakyat yang bermartabat harus memiliki kriteria tertentu dalam memilih wakilnya dan pemimpinnya. Menurut Gus Sabrang, jika rakyat tidak memiliki kriteria dalam memilih wakilnya dan pemimpinnya, itu menunjukkan rendahnya martabat rakyat.
Gagasan yang diungkapkan Gus Sabrang ternyata memiliki relevansi dengan teori yang dikemukakan oleh Jhon Stuart Mill. Mill menekankan pentingnya pendidikan dan kebebasan individu. Menurutnya, rakyat yang baik dalam pemilu harus memiliki pengetahuan yang memadai untuk membuat keputusan yang bijaksana dan kebebasan untuk mengekspresikan pandangan mereka. Dengan kata lain, rakyat harus memiliki kriteria tertentu yang didapatkan dari pengetahuan mengenai informasi yang dimiliki dalam memilih calon wakil dan pemimpinnya. Mill dan Gus Sabrang sama-sama memiliki kesimpulan yang sama, yakni rakyat yang bermartabat harus memiliki kriteria dalam kontestasi pemilu untuk menentukan arah bangsa ke depannya. Karena dalam QS. Ar-Raad 11, innallāha lā yugayyiru mā biqaumin ḥattā yugayyirụ mā bi`anfusihim, sesungguhnya Tuhan tidak mengubah suatu kaum sebelum kaum itu mengubahnya. Paling tidak langkah untuk menentukan kriteria dalam pemilu merupakan suatu kontribusi rakyat dalam mengubah arah bangsa untuk menjadi lebih baik.
Jika merujuk pada konsep di awal tulisan dan melihat wajah demokrasi negara ini, maka negara ini merupakan negara demokrasi yang jauh dari indikator negara demokrasi yang ideal. Sesungguhnya negara demokrasi yang ideal ketika rakyatnya memiliki dan menyuarakan kriteria, prinsip, argumen, gagasan dari setiap elemen rakyat. Sementara, para calon wakil dan pemimpinnya berlomba menawarkan visi-misi, ide, serta gagasan untuk kesejahteraan rakyatnya. Opini penulis untuk mencapai rakyat yang bermartabat dengan memiliki prinsip atau kriteria dalam memilih calon wakil dan pemimpinnya adalah dengan kesadaran kolektif mengenai kedaulatan berpikir. Rasa keingintahuan dan kritis menjadi awal untuk menuju kedaulatan berpikir. Menjadi rakyat pemikir yang tidak mudah dipengaruhi oleh siapa dan apa saja. Informasi yang terbuka lebar menjadi situasi yang mendukung rakyat untuk memunculkan rasa ingin tahu dan kritis, sehingga dapat memilah informasi menjadi suatu prinsip dalam kedaulatan berpikir. Mbah Nun melalui Maiyah merupakan investasi jangka panjang kepada negara ini untuk melahirkan rakyat yang berdaulat atas dirinya dan menjadi rakyat yang bermartabat dengan memiliki prinsip dan kriteria dalam menentukan pilihan. Suatu negara yang berkualitas adalah ketika memiliki rakyat yang bermartabat dengan menjadi rakyat yang berpikir. Lebih dari itu, sebagai masyarakat dunia bangsa ini memiliki tanggung jawab dalam lingkup yang lebih besar. Melalui kontribusi pemikiran-pemikiran maka bukan tidak mungkin bangsa ini akan menjadi bangsa yang memiliki pengaruh besar di kancah dunia.
Dalam konteks pemilu, rakyat merupakan penentu arah bangsa di masa depan. Maka wujud kontribusi rakyat kepada negara adalah menjadi rakyat yang memiliki martabat, dengan memiliki kriteria dalam memilih. Jangan gadaikan masa depan negara ini dengan sejumlah uang, doktrin, sosial media, dan tokoh, tanpa memiliki kriteria yang diperoleh melalui kedaulatan berpikir. Kesadaran kolektif mengenai kedaulatan berpikir adalah proses menuju rakyat yang bermartabat. Maiyah merupakan forum pikiran, forum dialog, forum tanpa batas, dan forum untuk siapa saja. Kebersamaan menjadi akar Maiyah untuk selalu memupuk rakyat menjadi manusia yang berdaulat atas diri sendiri dengan kedaulatan berpikir dan kesadaran menjadi manusia ruang. Dengan begitu, maka akan terwujud pemimpin yang berkualitas karena rakyatnya sebagai cermin memiliki kualitas dan bermartabat. Dengan kata lain, bahwa penentu arah bangsa di masa depan adalah rakyat yang memiliki martabat yang didapatkan melalui kedaulatan berpikir.

blank
Muhammad Nabhan Fajruddin, merupakan mahasiswa UIN Walisongo Semarang yang juga aktif dalam mengikuti Maiyah Gambang Syafaat Semarang sejak 2019. Penulis lahir di Pekalongan, 6 Novermber 2000, yang memiliki motto ”Man Jadda wa Jada.” Penulis juga aktif dalam menuulis berbagai isyu sosial dan keagamaan di www.kompasiana.com/nabhanfjr sudah ada 13 tulisan yang ditulis dan 6.260 pembaca dalam media tersebut. Penulis juga baru saja menyelesaikan S.1 PAI dengan menulis skripsi berjudul “Pendidikan Akhlak Menghargai Perbedaan Melalui Learaning Community di Maiyah Gambang Syafaat Semarang”