blank

Seperti sebuah kematian, kelahiran perlu diingat. Ada perayaan, hingar bingar hingga keluar kalimat “merefleksikan diri”. Ulang tahun selalu dekat dengan ucapan selamat. Hari ulang tahun bak ingatan yang tak lenyap tiap tahun. Kita berulang tahun, kita menandakan masih ada. Gambang Syafaat (GS) berulang tahun ke-18. Sebuah usia tak lagi muda untuk sebuah Jamaah Maiyah .

GS telah melewati lika-liku perjalanan. Berbagai pengurus silih berganti. Beragam jamaah juga hilir mudik. Ada jamaah yang sekali datang, dua kali datang, setiap bulan atau datang jika dihadiri Emha Ainun Nadjib saja. GS tak pernah memilih para jamaah. GS selalu konsisten menampung semua para jamaah. Dari beragam latar, daerah, suku bahkan agama. Berapapun jamaah yang hadir, GS harus selalu ada untuk kesejahteraan dan kebersamaan.

“Gambang Syafaat ini sudah benar-benar jadi” Ujar Emha saat di GS beberapa bulan kemarin. Entah apa maksud Emha akan pernyataan itu. Ucapan selamat atau malah pengingat untuk GS akan dinamika sebuah jamaah maiyah. Aku juga masih mengingat ultimatum dari Toto Raharjo. “Gambang Syafaat ini harus segera diperbaiki” ujar beliau Namun GS memang sudah berubah. Toto Raharjo dan Emha Ainun Najib di tahun ini sudah beberapa kali menyambangi ke GS. Beliau sudah bahagia menyapa jamaah Maiyah GS. Emha seolah bahagia akan perubahan yang dilakukan GS saat ini.

Benarkah GS sudah berubah? Tentu waktu akan membantu menjawab. Dinamika perubahan kehidupan seolah-olah sangat cepat. Industri begitu menguasai sudut-sudut kehidupan. Orang bekerja, mengajar, bahkan habis-habisan untuk kebutuhan industri. Manusia-manusia lupa tentang bagaimana menjaga alam, manusia lupa bagaimana memperlakukan orangtua, lupa menjaga hewan, tumbuhan atau tanah yang mereka tinggali. Mereka hanya tahu bagaimana cara memanfaatkannya.

GS benar-benar oase untuk problem bangsa yang sudah rumit. GS berusaha secepat mungkin mengajak para jamaaah untuk kembali terus belajar. Belajar bagaimana harus menempatkan akhlak, iman, tanggung jawab, merawat alam, kontinuensi anak cucu hingga menertawakan diri sendiri. GS mungkin bukan organisasi yang bergerak dalam pemberian donasi atau sekadar organisasi yang memberikan hal berupa materi.

GS bergerak dalam bidang pemikiran. Acara bulanan tiap tanggal 25 bukanlah acara tempat pengumpulan massa, pengumpulan dana atau rapat akbar mempersiapkan aksi demontrasi untuk melakukan perubahan besar. GS menawarkan diri sebagai tempat untuk berkumpul, mengurai masalah-masalah kehidupan keluarga, agama, lingkungan, negara hingga dunia secara sederhana. Dengan cara duduk bersama, saling berdiskusi hingga menikmati suguhan berupa musik atau yang lainnya, GS akhirnya diterima masyarakat.

GS menawarkan konsep-konsep pemikiran untuk memperbaiki kehidupan umat, khususnya umat di Indonesia. GS bukanlah lembaga nirlaba yang mencari untung atau rugi. GS adalah tempat meleburkan kembali cara berpikir kita agar lebih mementingkan kemaslahatan. Bagaimana bekerja yang baik, bagaimana mengenal agama, bagaimana mengambil keputusan hingga bagaimana memandang alam dan manusia. GS terus merawat Indonesia dengan jalannya sendiri. Tentu saja problem negara ini bukanlah tanggungjawab GS untuk memberikan solusi. Namun GS setiap tanggal 25 selalu ikut merawat kebersamaan dan kesejahteraan Indonesia.