Hujan lebat yang turun sejak siang hari di beberapa wilayah sekitar Semarang menjadi tantangan tersendiri bagi pegiat yang bertanggung jawab atas persiapan acara Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat pada Jumat, 24 November 2023. Kekhawatiran pun muncul, terutama terkait penurunan jumlah jamaah yang mungkin disebabkan oleh cuaca kurang bersahabat. Namun dalam menghadapi ketidakpastian ini, rupanya para pegiat telah menjawabnya dengan keputusan bijak yang ditelurkan melalui forum Reboan sebelumnya untuk memindahkan lokasi acara dari yang biasanya di area terbuka ke dalam Gedung Perpustakaan Masjid Agung Jawa Tengah lantai 1.
Langkah ini terbukti tepat, karena meskipun hujan terus mengguyur, acara tetap dapat berjalan tanpa kendala. Pukul delapan malam, suasana gedung semakin terasa hangat dengan kedatangan satu per satu jamaah yang memasuki ruangan. Kang Ipnu dan rombongan terbangan dari Demak membuka acara dengan lantunan munajat yang meresap ke hati setiap jamaah yang telah tiba. Doa yang dipanjatkan bukan hanya sebagai pembuka acara, tetapi juga sebagai ungkapan rasa syukur dan harapan akan kelancaran jalannya acara.
Tak hanya mempersembahkan sisi spiritual, Gambang Syafaat bulan November ini juga memberikan sentuhan seni yang memukau melalui penampilan dari Swaranabya feat. Biscuittime. Kehadiran mereka membawakan dua lagu dari Chrisye menjadi pilihan yang tepat sebagai pembuka acara. Harmoni suara dan melodi yang disuguhkan tidak hanya menghibur, tetapi juga memberikan kehangatan tersendiri pada malam itu.
Keseluruhan rangkaian pembuka acara, dari munajat hingga penampilan seni, tidak hanya menjadi sukses dalam menjawab tantangan cuaca, tetapi juga berhasil menciptakan momen yang sarat makna dan inspiratif bagi semua yang hadir. Malam itu, Gedung Perpustakaan Masjid Agung Jawa Tengah menjadi saksi kebijakan cerdas dan kreativitas yang berhasil menjadikan fenomena cuaca sebagai peluang untuk menciptakan pengalaman berharga bagi seluruh jamaah yang bersedia meresapi setiap nuansa kebaikan yang dihadirkan oleh Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat.
Setelah momen penuh makna dalam pembukaan, acara dilanjutkan dengan sesi diskusi mukaddimah yang begitu menarik. Para pegiat Gambang Syafaat, dengan penuh semangat, memandu sesi ini yang dimoderatori oleh Mas Wisnu dan Mas Ihfan. Diskusi ini mengangkat sebuah tema menarik yaitu “Lukisan Asa” yang dielaborasi lebih lanjut oleh Mas Wisnu dan Mas Ihfan. Mas Wisnu dan Mas Ihfan membahas dengan mendalam tema Lukisan Asa yang diangkat oleh Mbah Nun dalam karyanya. Mereka menyoroti bagaimana Mbah Nun, melalui cerpen-cerpennya, berhasil menciptakan lukisan peristiwa kehidupan dengan menggunakan kata-kata sebagai kuasnya. Lukisan tersebut tak sekadar visual, tetapi mencakup kompleksitas kehidupan, perjuangan, dan harapan. Lebih lanjut, diskusi tersebut mengajak audiens untuk tidak hanya menjadi konsumen pasif sastra, melainkan penjelajah aktif dalam dunia kata-kata. Mbah Nun mengajak pembaca untuk meresapi dan memberikan ruang bagi imajinasi mereka, mencari pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan dunia melalui kekuatan kata-kata.
Konsep Lukisan Asa mengilustrasikan bahwa setiap cerita yang dihadirkan bukan hanya sebatas hiburan, tetapi juga sarana untuk merenung, mencari makna eksistensi manusia, dan menemukan inspirasi dalam perjalanan hidup. Dalam Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat ini, sastra bukan hanya sebuah karya, melainkan pintu yang terbuka lebar untuk memahami lebih dalam perjalanan manusia dan memberikan harapan dalam setiap kata.
Ketiga pegiat lainnya yaitu Mbak Diyah, Mas Dedi, dan Mas Wildan, berbagi cerita dan kesan pribadi setelah membaca karya dari buku kumpulan cerpen Yang Terhormat Nama Saya karya Simbah Emah Ainun Najib yang terbit pada tahun 1992. Setiap cerita yang mereka sampaikan menjadi jendela ke dalam dunia sastra yang menyentuh dan memikat.
Sesi diskusi mukaddimah terasa semakin mendalam ketika Mbak Diyah berbagi kisah dari cerpen berjudul Stempel. Cerita ini mengisahkan tentang Mister Joko, yang dihadapkan pada kunjungan tak terduga dari temannya, Hamdan Waliyullah. Hamdan, yang sering dianggap sinting mengaku sebagai utusan Tuhan dengan misi untuk menciptakan agama baru. Dalam kisah ini, Mbak Diyah memberikan kritik tajam terhadap penghakiman masyarakat terhadap kesehatan mental, menyoroti bagaimana seringkali masyarakat cenderung menyederhanakan dan mengabaikan kompleksitas manusia. Cerpen ini juga mengeksplorasi ketidakjelasan batas antara normal dan tidak normal, serta kurangnya empati terhadap orang yang dianggap berbeda.
Mas Dedi mengambil bagian dalam diskusi dengan membagikan cerpen berjudul Mimpi Setiap Orang. Kisah ini membawa ke cerita di mana seluruh umat manusia mendapatkan mimpi yang sama, yang menandakan bahwa Tuhan telah menutup pintu-Nya. Ketegangan tumbuh saat masyarakat mengirim utusan untuk bernegosiasi dengan Tuhan, tetapi tak ada yang kembali dalam waktu yang lama. Selanjutnya, Mas Wildan memperkaya diskusi dengan kisah tentang Kang Dasrip. Dalam cerita ini, anak Kang Dasrip, Daroji, menjadi cermin bagi kita sebagai manusia. Kisah ini mengajak untuk merefleksikan tujuan ibadah, apakah semata-mata untuk meraih ridho Allah atau hanya mencari keuntungan pribadi. Niat yang tulus, lillahi ta’ala menjadi inti dari ibadah, jauh dari motivasi transaksional yang hanya memikirkan untung-rugi.
Sesi diskusi penuh makna ini menjadi pengantar yang luar biasa untuk sesi berikutnya. Meskipun beralih ke sesi 2, kehadiran yang penuh warna dari Swaranabya feat Biscuittime yang membawakan karya musikalisasi puisi, kembali memperkaya suasana dan memberikan dimensi seni yang mendalam pada acara tersebut.
Beranda Reportase