blank

Saya pertama mengenal seseorang yang sering disapa dengan Cak Nun atau sekarang ini Mbah Nun pada awal memasuki perkuliahan tahun 2019. Masa perkuliahan yang disebut-sebut sebagai masa pencarian jati diri dan eksplorasi diri. Ketika mulai jauh dari kedua orang tua dan tidak ada lagi yang mengontrol selain diri sendiri. Masa-masa ketika segala pengaruh lingkungan sekitar bisa masuk dan mempengaruhi pemikiran. Saya mengenal Mbah Nun melalui YouTube dan mulai tertarik dengan pemikiran beliau. Setelah itu saya mulai mencari dan menonton petuah-petuah dari Mbah Nun. Saya cari tulisan-tulisan beliau, vidio-vidio beliau di masa lalu, dan latar belakang beliau. Dari hal tersebut saya mengenal apa itu Maiyah, Kyai Kanjeng, dan sebagainya. Akan tetapi informasi dari internet dan media sosial masih kurang memuaskan saya. Hingga akhirnya saya mulai mengikuti Maiyahan.
Setelah perjalanan yang cukup panjang dari 2019 hingga 2023 ini saya belajar dan memahami banyak hal dari Mbah Nun. Dari Mbah Nun saya belajar menjadi manusia yang murni. Manusia murni seperti murninya jalur nubuwah yang diturunkan dari Nabi Adam, Nuh, Ibrahim, Musa, Isa hingga Nabi Muhammad SAW. Mbah Nun mengajarkan bahwa seandainya pun islam tidak diturunkan, maka manusia murni sudah pasti mengerti bahwa menolong orang lain adalah perbuatan baik, membunuh adalah perbuatan jahat, mencuri adalah hal yang buruk, dan lain sebagainya. Karena manusia sudah tidak murni lagi maka Allah menurunkan kitab-Nya, mengutus nabi dan serta rasul-Nya supaya manusia kembali pada kemurnian. Mbah Nun memberikan perspektif dan pandangan secara murni dari berbagai hal yang saat ini sudah mulai tercampur, kotor, dan palsu. Baik dalam hal ilmu fiqh, tauhid, tasawuf, tafsir, hadits, sejarah peradaban Islam dan lain sebagainya.
Selain itu, Mbah Nun mengajarkan sekaligus mempraktikkan kepada saya bahwa manusia harus bisa mengelola diri. Pengelolaan diri yang meliputi cara ngegas dan ngerem. Kita harus tahu cara ngegas atau mengoptimalkan hal-hal positif yang ada pada diri kita seperti tenaga, pemikiran, rasa cinta, dan lainnya. Dan kita pun harus faham betul tentang ngerem atau menahan diri dari segala sesuatu yang dapat menimbulkan mudharat bagi diri sendiri dan sekitar kita. Mbah Nun mencontohkan dan mempraktikan sendiri akan hal-hal tersebut. Dapat dilihat dari begitu tekun dan istiqamahnya beliau dalam memberikan segala tenaga, pemikiran, ilmu, dan cintanya kepada kita semua anak cucunya bahkan kepada indonesia. Padahal kita dan indonesia belum bisa memberikan apapun yang berharga untuk beliau. Mbah Nun pun mempraktikkan langsung bagaimana cara ngerem atau menahan diri. Beliau sudah sangat pantas menjadi seorang kyai, ulama, sastrawan, politikus, dan jabatan lainnya yang dianggap besar di negeri ini, namun beliau tidak mau dan menahan diri dari hal-hal tersebut. Beliau bahkan hanya berkenan dipanggil sebagai “Mbah” saja. Mungkin kalimat yang beliau sampaikan pada ulang tahun K.H. Ahmad Mustofa Bisri tepat untuk disampaikan juga saat ini bahwa Mbah Nun lebih besar dari jabatan apa pun, tidak ada jabatan yang cocok untuk Mbah Nun, dan Mbah Nun adalah jabatan tertinggi di dunia.
Mbah Nun merupakan sosok pemersatu. Walaupun beberapa pihak menyebutkan hal yang bertolak belakang dengan kalimat tersebut, saya tetap yakin bahwa kalimat tersebut adalah benar. Mbah Nun mempersatukan indonesia, masyarakat, ormas, dan antar pihak. Sudah banyak hal yang beliau berikan sehingga persatuan tetap terjalin. Beliau merangkul banyak pihak yang selama ini tidak dapat didekati dan menjadi ketakutan semua orang. Beliau rela dianggap sebagai orang yang pro terhadap rezim, mahzab, dan golongan tertentu supaya bisa mempersatukan dan mempersaudarakan semuanya. Akan tetapi manusia tetaplah manusia, yang selalu lupa akan 1000 kebaikan seseorang. Hingga pada puncaknya Mbah Nun dijelek-jelekkan, dihina, dan di cemooh oleh banyak pihak. Namun itulah bentuk nyata pengorbanan beliau untuk indonesia.
Selama masa pencarian ini akhirnya saya menyakini bahwa Mbah Nun adalah penemuan guru yang selama ini saya cari. Banyak kebingungan dan kebuntuan yang saya temui selama ini dan jawabannya ditunjukkan oleh Mbah Nun baik secara langsung ketika penyampaian Mbah Nun di Maiyahan ataupun melalui jawaban Mbah Nun terhadap pertanyaan jamaah Maiyah. Melalui Mbah Nun saya bisa mengerti dan memahami diri saya sendiri, Rasulullah SAW, dan Allah SWT secara lebih dalam dan lebih luas. Saya bisa berdaulat atas diri sendiri baik dalam pola pikir ataupun perilaku keseharian.
Semua penjelasan diatas masih sangat kurang untuk mendeskripsikan Mbah Nun. Dan ditambah masih banyaknya keterbatasan saya dalam memahami Mbah Nun dan ilmu yang disampaikannya. Semoga dengan bertambahnya umur Mbah Nun yang ke 70 tahun, beliau selalu dilimpahkan keberkahan dan Ridho-Nya Allah serta diberi panjang umur dan kesehatan untuk membimbing kami jamaah Maiyah. Aamiin.