blank

Di tahun 80-an di sebuah desa di sebuah rumah anak-anak belajar ala sekolah lengkap ada papan tulis meja kursi apa adanya. Tapi pengajarnya luar biasa karena memang guru yang sesungguhnya. Walau kuantitas murid dan guru selesai dihitung dengan 10 jari bukan berarti mereka manusia- manusia biasa, terutama para pendiri, pengajar, dan pengelolanya yang babat alas mendirikan sekolah ala formal karena sekolah di Negeri milik pemerintah tidak bisa lagi menampung karena quota ataupun tidak memenuhi kualifikasi bisa diterima di sekolah milik pelat merah. Merintis apapun sudah jamak berlipat keterbatasan, kekurangan yang berupa fasilitas mulai dari lokasi / tempat kegiatan belajar mengajar, perlengkapan dan peralatan yang tidak layak, namun semua itu bukan penghalang terwujudnya ide dan gagasan untuk memberikan pendidikan kepada anak–anak generasi masa depan. Dan bagi para guru pasti mereka tak akan mendapatkan kompensasi berupa upah atau gaji mengajar yang layak, dan biasanya pengelola mengusahakan sendiri melalui lembaga atau organisasi yang berkhidmat di dunia pendidikan. Kisah dan cerita seperti tersebut pastinya banyak dijumpai di seluruh pelosok negeri tercinta ini. Begitu luar biasanya para generasi perintis,ide, gagasan,cita-cita ditopang dengan daya juang, daya jelajah, kemudian dinaungi rasa optimistis dan keikhlasan tingkat tinggi.

Bagi kita yang hidup belakangan sebut saja sebagai gen pewaris berbagai rintisan di segala aspek hidup dan kehidupan merupakan manusia – manusia yang menikmati apa yang telah ada. Terkadang hanya menjadi pewaris yang menerima saja tanpa bisa menjaga apa – apa yang diwariskan oleh para pendahulu. Tidak mencoba untuk belajar mewarisi bagaimana ide dan gagasan terus benamkan dalam pikiran.

Para perintis terdahulu adalah para pemikir, terdidik secara mental, ditempa oleh situasi yang sulit, penuh dengan rintangan, penuh dengan onak dan duri. Tapi semua itu adalah menjadi challenge kalau orang kekinian bilang. Sekian dekade perintis – perintis tersebut telah mewarisi generasi berikutnya. Namun sekarang menjadi sesuatu tantangan yang amat berat untuk mewariskan kepada generasi selanjutnya di tengah era dimana globalisasi menciptakan situasi dimana anak – anak sekarang menjadi obyek dari peradaban instan. Sebagai suatu keniscayaan zaman, era global bukan hal yang keliru atau salah karena memang itu kodarullah. Membawa impact negative iya seperti menciptakan generasi mager, sehingga menjadi tumpul akal dan pikiran, sulit, enggan dan tidak bisa memunculkan ide, pikiran dan gagasan, walaupun tidak dipungkiri masih ada yang mempunyai karya dan cipta.

Sebagai pewaris ,yang utama adalah bukan mewarisi yang nampak, dalam ujud kebendaan dan ujud fisik saja, karena itu bisa hilang, bisa musnah dan lenyap. Namun yang sangat mahal dan tak ternilai adalah pewaris dapat mewarisi nilai – nilai yang tak nampak oleh indrawi namun dapat dirasakan semangatnya, daya juang, daya jelajah, mentalitas, militansinya agar dapat menjadi generasi yang bisa peka dari situasi dan kondisi disekitar sehingga akan hidup pikiran dan akhirnya akan lahir gagasan tidak hanya menjadi generasi penerus, tetapi generasi perintis yang dapat menggagas ide yang dipergunakan untuk membangun peradaban yang lebih dari para pendahulunya.

Salam Merdeka Semerdeka Merdekanya
08 Agustus 2023