Sering kita mendengar dalam banyak kesempatan motivator menyampaikan bahwa kita manusia adalah makhluk juara yang terlahir karena kompetisi secara biologis dari bermilyard bahan olah dan hanya satu yang akhirnya menjadi pemenang, yaitu kita manusia secara individu dengan identitas masing – masing. Kita tidak tahu dimenangkan atau memang kita telah diberikan fasilitas maupun perangkat sehingga dapat dipastikan bahwa akhirnya individu kita terlahir di dunia ini.
Fase jadi pemenang dan ajang pertandingan sudah diajarkan Tuhan Allah SWT sejak kita tercipta, dan akan terus ada pertandingan lanjutan yang akan terus tersaji sampai akhir hayat hingga akhirnya benar benar menjadi kampiun juara dalam keabadian yakni di akhirat dengan hadiah Jannah. Uniiknya lagi setiap kita dalam kehidupan sehari-hari selalu menghadapi pertandingan dengan arti yang seluas-luasnya bisa kita liat untuk urusan pendidikan formal dari tingkat PAUD sampai S3, jelas sekali bagaimana mereka harus memyelesaikan masing-masing tingkatan paling tidak memakan kurun waktu ; pra sekolah dua tahun, TK dua tahun, SD enam tahun, SMP tiga tahun, SMA tiga tahun, perguruan tinggi S1 empat tahun, S2 dua tahun, dan S3 minimal empat tahun bila ditotal sampai membutuhkan waktu 26 tahun untuk menyelesaikan pendidikan formal sampai jenjang yang paling tinggi. Itu semua dapat kita artikan siswa/mahasiswa harus dapat “mempencundangi” Ilmu ilmu yang diajarkan saat diujikan hingga dinyatakan lulus dan meraih tiket untuk jenjang berikutnya.
Sesuatu yang sudah menjadi habits bisa dikatakan sebagai budaya, temasuk terminologi tanding bisa diartikan dalam semua aspek sejatinya pertandingan, terlebih kalau kita bicara tentang laku kehidupan manusia. Ada suatu pesan yang sangat mengena yang di firmankan Allah SWT tentang hal ini, yang kadang saya dalam mentadaburi maknanya saya agak bersikap “nyantai”, apapun yang sudah kita lakukan, hasil yang kita peroleh, bahkan nasib yang kita jihad kan , khususnya yang beroleh ketidak enakan, ketidaknyaman, target hidup yang meleset, pasangan yang kadung ditakdirkan, dan lain sebagainya yang serba mungkin mengecewkan kita, Kita minimal bisa merasa tenang saat membaca Ayat “Sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurau……”(Q.S Muhammad 36) .Dengan bisa mangambil makna ayat tersebut terhiburlah hati kita, dan dengan enteng kita bisa mengatakan atas persoalan yang mendera kita ; ” Ah wong urip kui mung dolanan , yang namanya dolanan / mainan atau ibarat bila di pertandingan pastinya ada yang kalah dan menang. Kalah meradang dan bila menang pastinya merasa senang. Ini adalah sisi praktis teknis atau juknis kehidupan kita. Masiyo urusan dari yang kecil sampai yang besar, dari wong ndeso sampai orang kota, rakyat jelata maupun sampai para petinggi di wilayahn masing-masing. Tanpa mengurangi rasa hormat kalau merujuk pada kalimatullah sebelum koma ya hidup hanya sendau gurau saja.
“Jika kamu beriman serta bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia tidak akan meminta hartamu”, adalah rangkaian kalimat selanjutnya kita dapat mentadaburinya bahwa taqwa adalah menjadi ruhnya ,menjadi tolok ukur yang sesunguhnya agar bisa di aplikasikan karena secara sederhana merupakan ketundukan kita pada Tuhan mulai dari hati pikiran ,sampai perbuatan. Tapi terkadang banyak dijumpai pertandingan- pertandingan kehidupan yang tidak sportif, bahkan dimainkan dengan cara – cara yang kotor. Aturan main yang dimainkan, mempermainkan orang- orang yang dilevel bawahnya. Tidak menegakkan aturan main, dan berpihak , itu semua adalah praktik-praktik yang kita jumpai di depan mata kita.
Sportifitas dalam kehidupan bisa saja menjadi terjemahan ketaqwaan, karena disana banyak nilai yang terkandung, sebagai contoh memberikan rasa adil adalah bentuk sportifitas juga. Banyak terpotret keadilan tak kunjung nampak disegala lini, dan jangan- jangan diam- diam kita termasuk orang yang tak bisa memberikan rasa adil kepada sesama, rasa adil kepada anak istri/suami, kepada tetangga dan saudara, sebagai pemimpin kepada yang dipimpin peguasa kepada rakyatya boss kepada anak buahya dan lain sebagainya. Memang harus diakui bahwa ini berat sekali , dan Tuhan Allah SWT mengingatkan , janganlah kebencian membuat kita tidak bisa berlaku adil, benci identik dengan ketidaksukaan baik karena mungkin terstigma suku agama, dan ras, maupun pilihan politik.
Panggung dunia sebagai ajang permainan dan sendau gurauppun Tuhan akan memberikan reward pahala bila hambanya sportif/bertaqwa, dan Tuhanpun tak akan meminta kembali dari harta benda hambanya, ini mengandung pemahaman begitu tidak bergunanya dihadapan Allah SWT harta benda / materiil dibandingkan sportifitas dalam babak babak pertandingan dunia. Jadi tropi piala kemenangan didunia yang digapai bila tanpa sportifitas hanya akan sia-sia belaka. Wallahu bishawab..