blank

Dalam perkara memberi nasihat kepada orang-orang yang bertanya padanya, bagaimana menjalani hidup ini. Cak Nun selalu mengakatan: kudu sregep. Kata sregep yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti “rajin” atau “tekun” kerap Cak Nun ucapkan, dalam hal apa pun. Terutama tentang rahasia beliau bisa produktif menulis dari muda hingga kini menginjak usia senja.

Konon, dalam perkara menulis, Cak Nun tak pernah mengenal kata menunda. Beliau menulis apa pun saat ide itu datang dan langsung dieksekusi menjadi tulisan. Hal demikian tentu hanya bisa dilakukan oleh orang yang tekun. Helmi Mustofa dalam kata pengantarnya untuk buku “Cinta, Kesehatan, dan Munajat Emha Ainun Nadjib” mengatakan Cak Nun sering menyarankan “menulis dikerjakana saat ini beriringan dengan aktivitas yang menjadi semesta yang dituliskan
itu berlangsung. Hal ini sekaligus mengandung pelajaran bagi mereka: jangan menunda. Abadikan sekarang, biar tak menumpuk utang-utang pada kemudian hari, sementara waktu dan peristiwa terus berlangsung.”

Perkataan Cak Nun tentang ketekunan barangkali beliau ambil dalam etos hidupnya. Bahwa apa yang bisa dikerjakan sekarang tidak boleh ditunda. Barangkali itu yang membuat orang lain mengakui bahwa Cak Nun adalah seorang yang tekun. Ketekunan itu terbukti dari produktivitas melahirkan tulisan. Sehingga sampai kini, sepengamatan saya, kata “tekun” atau “rajin” selalu melekat di beliau. Bahkan kata ini juga melekat dalam biodata Cak Nun di majalah.

Mari kita tengok majalah Horison edisi Maret 1975, Cak Nun menulis esai “Perkembangan Seni Hanya Perkembangan Bentuk”. Saat tulisan ini dimuat, redaktur majalah Horison menulis biodata Cak Nun seperti ini: “ Ia adalah salah seorang penyair yang masih muda usianya) dari Yogya yang tergabung dalam Persada Studi Klab.” Sajak-sajaknya banyak muncul di ruangan-ruangan kebudayaan maupun majalah seperti Basis dan Budaya Djaja (dan Horison yad.). Nampaknya ia juga rajin menulis esei.”

Entah dari mana redaktur tahu bahwa Cak Nun rajin menulis esai. Segala dugaan bisa kita ajukan. Semisal Cak Nun mungkin sudah sering menulis esai ke majalah Horison tapi hanya esei ini yang dipilih redaktur untuk dimuat. Bahkan, tidak hanya kali ini redaktur Horison menyematkan kata “tekun “ kepada Cak Nun, dua bulan kemudian, tepatnya Mei 1975, puisi Cak Nun dimuat di Horison. Redaktur menulis,”Orang muda ini tekun sekali nulis puisi dan esei (terutama tentang puisi). Ia tinggal di Yogya, dan nampaknya selalu sibuk bersama teman-temannya di PERSADA mengurus kesenian, terutama puisi.”

Dua berita kecil ini menjelaskan kepada kita ketekunan Cak Nun memang diakui oleh redaktur majalah. Sehingga kita tahu rahasia di balik karya tulisannya yang kerap tampil di koran atau majalah, tidak lain karena ketekunan. Maka tidak heran ketika Cak Nun ditanya orang tentang tips atau cara atau semacamnya agar bisa rajin menulis atau agar bisa menulis bagus. Kita bisa kira dugaannya, beliau akan menjawab, kudu sregep. Sregep (latihan) menulis!