blank

Tiba-tiba saya ‘tersesat’ dalam maiyah aneh rasanya. Kalau ditanya kenapa maiyahan pun entah bagaimana jawabnya. Bisa jadi sama dengan anda, besar kemungkinan tak punya. Sulit dinalar anda berkali-kali menempuh perjalanan jauh (bisa setiap hari) menyambangi berbagai kota hanya untuk menghadiri acara-acaranya. Tapi, tulisan ini bukan untuk mendapatkan apalagi memberi jawaban bermaiyah kenapa.

Saya bukan maiyah mania. Sejak perkenalan dengan maiyah Gambang Syafaat (GS) sekitar 2004 masehi, hadir di majelis maiyah bisa dihitung jari, atau setidaknya ditambah beberapa jari tangan lagi. Hanya satu dua tahun ini mulai sok mengakrabi. Dan itu pun entah kenapa terjadi.

Sebagai salah satu simpul maiyah pertama, GS menjadi ibu kota dari lingkaran sekitarnya. Di usia 18 tahunnya sudah lahir lingkaran hampir tiap kota, setidaknya pantura. Sendhon Waton Rembang, Suluk Maleman Pati, Majelis Alternatif Jepara, Sedulur Maiyah Kudus (Semak), Maiyah Kalijagan Demak, Gugur Gunung Ungaran, Maiyah Mbaurekso Kendal, Suluk Pesisiran Pekalongan, Poci Maiyah Tegal, Kanoman Pemalang dan Kasepuhan Pemalang, Kidung Syafaat Salatiga, serta entah manalagi tak ingat namanya. Entah kenapa dan atas perintah siapa tiba-tiba lahir majelis-majelis maiyah di berbagai kota. Apa perlunya?

Lingkar-lingkar maiyah ini tanpa campur tangan langsung penggiat GS semua otonom berdiri, meskipun bisa jadi para pendiri adalah alumni. Masing-masing mandiri menentukan arahnya sendiri. Namun bukan lantas kemerdekaan ini menjadikan saling-mengasingkan diri. Justru masing-masing saling melengkapi. Masing-masing saling bergandengan, bahu membahu, saling menjunjung, mengusung bebrayan agung mencari yang sejati.

Ibarat pancawara, GS bagi lingkar maiyah sekitarnya adalah pasar kliwon, pasar kasih atau pasar ageng. Lingkaran ini mesra berkumpul untuk ‘nyuda pepegang’ (dagang). Mereka ingin membangun cinta satu dengan yang lain menyuguhkan yang terbaik dari asal mereka untuk dipersembahkan dalam bebrayan di Gambang. Satu dengan yang lain andum kemesraan saling berbagi kasih sayang. Nyebar, nyuda pepegang, pulang membawa oleh-oleh: wacana baru, ilmu baru, kenalan baru, barang baru, dsb dari pasar ageng.

Sedulur Maiyah Kudus misalnya lahir salah satunya karena oleh-oleh seringnya perjalanan bersama ke Gambang. Kemudian saling terikat seperti perseduluran. Maiyah adalah persaudaraan. Dengan mengaku saudara kita akan menjaga adab dan kelakuan. Mengaku saudara semestinya saling kasih dan sayang. Masing-masing saling menjaga, menghormati, mengagungkan, bebrayan, bergandengan dan berbagi peran. Selalu berposisi sebagai muridan yang berharap selalu ditetesi kebenaran. Lalu melaksanakan tetesan yang ditangkap dengan ilmu, kearifan dan pemahaman, agar adab semakin baik tanpa perlu diproklamirkan. Begitu semestinya akhlaq kehidupan.

Diusia 18 tahun GS mestinya adalah remaja. Tapi GS adalah remaja dewasa. Menjadi bapak untuk lingkaran sekitarnya. Berusaha mendampingi jika lingkaran-lingkaran itu sedang mengeja. Setidaknya itu harapan kita.