blank

Pertanyaan
Bagaimana dengan para pemudik yang pulang mambawa materi, bawa mobil tetapi sewaan misalnya?

Cak Nun Menanggapi
Ada orang pulang ke kampungnya karena dia masih miskin dia ngoyo cari utangan terus dia sewa mobil bagus pakaian bagus, penampilan bagus, supaya disangka kaya. Kita bisa memandang ini dari khusnudzon, prasangka baik. Mungkin hal itu terjadi karena orang di desanya hanya paham tentang materi. Mereka tidak paham yang lain. Di Indonesia ini orang tidak menghargai kebaikan, yang dihargai kekayaan, gaya, aksi, hedonisme. Ini memang satu-satunya bahasa yang dipahami yaitu mobil yang bagus. Contohnya, saya tidak punya apa-apa terus saya mudik sama anak istri, saya sewa mobil bagus maka mereka senang. Kalau saya pulang dalam keadaan kere maka mereka akan nyokurke saya, dan mereka (yang di rumah/di kampung) akan banyak dosa. Jadi pulang kampung dengan cara menampilkan kemewahan bahkan dengan menyewa mobil itu (jika diprasangkai baik) menghindarkan orang-orang dari dosa.

Pertanyaan
Mudik, mulia di kampung. Di perantauan hidup menderita tetapi di kampung memperlihatkan kesuksesan, dimensi spiritual seperti apa yang bisa diambil ini Cak Nun?

Cak Nun Menanggapi
Sebenarnya untuk kembali ke fitri tidak perlu lintas geografi. Tidak perlu ada perpindahan tempat dari Jakarta ke daerah masing-masing, tidak perlu ada perjalanan budaya. Inna Lillahi wa inna ilayhi raji’un itu sakjane mateg aji ijen yow iso. Cuma manusiakan masih materi. Menjadi materi itu tidak masalah dan tidak salah, menjadi salah ketika menjadi isme (menjadi ideologi). Hidup kita sudah dilokomotifi oleh materi. Materi itu adalah gerbong kita, salah satu dari alat hidup kita, Cuma sekarang (gejalanya) materi menjadi yang utama. Itupun tidak ada manajemen materi yang tertata sampai pemerintahan yang sekarang sejak kemerdekaan. Itulah yang menjadi penyebab kita susah menghitung sebenarnya sosiopsikologi bangsa Indonesia itu bagaimana.

Misalnya satu contoh, sebenarnya mengapa orang Indonesia itu sukar berdisiplin. Dikasih ekstra kakilima tetapi tidak mau membersihkan sampah. Tradisi tanggungjawab sangat kecil, tradisi untuk kerjasama sangat kecil. Itu karena secara global rakyat kita belum pernah mendapatkan kepuasan sedikitpun. Kita ini orang yang belum puas karena belum ada penataan negara yang bener. Mau kerja malas karena di sisi lain ada orang yang tidak kerja dapat banyak sekali. “Ngapain saya kerja keras, wong sana gak ngapa-ngapain saja dapat duit banyak kok”.

Ketidakadaan mekanisme dan penataan yang benar maka banyak orang yang menganggur. Menganggur itu artinya tidak ada kesungguhan untuk bersama-sama memajukan seluruh keadaan ini. Kelanjutan dari itu adalah cemburu, dengki, iri, ora trimo. (Muhajir Arrosyid).

Sumber: Youtube, Cak Nun TVRI Jogjakarta tradisi pulang kampung (mudik)