blank

Manusia pasti memiliki keinginan, keinginan merupakan hal wajar yang dimiliki oleh manusia. bentuk bentuk keinginan dilatar belakangi oleh dua hal, antara keinginan karena kebutuhan dan keinginan karena ingin mencapai kepuasaan diri sesaat. Keinginan yang didasari atas kebutuhan biasanya melekat pada mereka yang memiliki prinsip hidup yang standar dan tidak memiliki ambisi untuk dipuji oleh banyak orang. Sedangkan keinginan yang dilatar belakangi untuk mencapai kepuasaan diri sesaat biasanya ada pada mereka yang kehidupannya agar dipandang, dipuji, disanjungi oleh banyak orang. Keinginan yang dilatar belakangi untuk mencapai kepuasaan diri sesaat sebenarnya justru akan memberatkan dan membelenggu kehidupan manusia karena keinginan tidak disesuaikan dengan kemampuan apa yang dimiliki.

Oleh sebab itu, kita harus memiliki kemampuan untuk bisa mengendalikan bentuk-bentuk keinginan yang sifatnya negative karena apabila kita tidak memiliki kemampuan untuk mengendalikan maka keinginan tersebut akan berkembang dan kemudian cenderung akan naik level menjadi keserakahan, ketamakan dan rakus.

Keserakahan, ketamakan dan juga kerakusan merupakan kekotoran batin yang ada dalam diri manusia yang ditimbulkan karena adanya keinginan untuk memiliki sesuatu secara berlebihan. Hal ini jelas akan mengakibatkan penderitaan baik itu pada diri sendiri maupun orang lain. Manusia yang telah dikuasai oleh sifat ini maka ia akan melakukan dan menghalalakan segala cara dengan secara sadar maupun tidak sadar berambisi untuk mendapatkan tujuan yang diinginkan.

Keserakahan, ketamakan, dan kerakusan tidak akan memberikan manfaat yang berarti dalam diri manusia. Orang yang telah diliputi keserakahan akan mengabaikan nilai-nilai kejujuran.

Dalam kehidupan, manusia sangat berpotensi untuk melakukan ketamakan, keserakahan, kerakusan bahkan cenderung bersifat berlebihan. Karena kecederungan manusia yang telah diliputi keserakahan beranggapan bahwa Ketika kita mendapat sesuatu yang berlebih, maka itu akan membuat hidup lebih bahagia. Tentu anggapan tersebut tidak salah, namun kebahagiaan yang didapatkan bukan kebahagiaan yang sifatnya permanen namun lebih bersifat sementara sehingga cepat ataupun lambat akan berdampak buruk bagi kita dan orang lain.

Keserakahan, ketamakan, dan kerakusan tidak akan memberikan manfaat yang berarti dalam diri manusia. Orang yang telah diliputi keserakahan akan mengabaikan nilai-nilai kejujuran. Hal seperti itulah yang semestinya perlu kita hindari dan kita kendalikan agar kebahagiaan yang kita dapat memberikan keberkahan bagi diri sendiri dan orang lain.

Melalui Al Qur’an surah Al Baqarah ayat 183, Allah SWT “mewajibkan berpuasa”. Ibadah puasa sebagai ajang untuk perbaikan watak, kepribadian, mental, akhlak dengan pengalaman berpuasa manusia akan menjadi lebih matang secara kepribadiaan maupun sosialnya. Dengan berpuasa manusia akan lebih luas pemikirannya, lebih arif mentalnya, lebih bijaksana sikapnya.

Perintah Allah SWT “mewajibkan berpuasa” jika kita maknai lebih luas maka sesungguhnya Allah SWT sedang menunjukan sifat welas asihnya kepada manusia. Sifat welas asih yang Allah SWT berikan yaitu berupa keselamatan. Dengan “mewajibkan berpuasa” Allah SWT hadirkan ruang keselamatan bagi hamba-hambaNya. Ruang keselamatan dihadirkan agar manusia terhindar dari kehidupan yang berpotensi untuk berbuat rakus, tamak, serakah, serba berlebihan, lebay, malas untuk mengenal batas. Tidak hanya itu, dengan “mewajibkan berpuasa” sebenarnya outputnya, perolehannya, produknya bukan terutama soal mendapatkan pahala berlipatganda atau pujian dari Tuhan semata, melainkan “la’allakum tattaqun” yaitu semoga kalian bertaqwa, atau secara perlahan mudah-mudahan lebih bertaqwa atau lebih berkualitas ketaqwaanya.