blank

Emha Ainun Nadjib atau yang sering kita kenal dengan panggilan Cak Nun atau Mbah Nun adalah seorang tokoh cendikiawan, budayawan, dan intelektual muslim Indonesia. Mbah Nun merupakan sosok yang telah banyak menuangkan gagasan, argumentasi, ide-ide, dan karya-karya bagi kemajuan berpikir bangsa Indonesia. Besarnya kontribusi Mbah Nun dalam memajukan bangsa, serta banyaknya sumbangsih pemikiran dan karya-karyanya, yang membuat kita sering kali merasa takjub, jatuh cinta, dan nagih menghadiri ngaji bareng bersama beliau.
Keunikan Mbah Nun yang sering saya jumpai dalam banyak acara Maiyah ataupun Sinau Bareng adalah cara beliau merespon suatu fenomena, membangun argumentasi, lalu menyampaikan gagasan atau pendapatnya dengan tutur kata yang tegas lan lugas namun tetap lembut dan terkadang dibarengi dengan guyonan-guyonan ringan nan seru. Keunikan-keunikan itu yang selalu membuat kita nyaman, merasakan candu dan rindu untuk menghadiri acara-acara yang dirawuhi beliau. Jika dunia ini adalah pagelaran wayang, maka Mbah Nun adalah Semar. Sosok Semar dikenal sebagai karakter yang arif dan bijaksana. Ia merupakan tokoh yang bisa bergaul dengan siapa saja, baik kalangan atas maupun kalangan bawah. Sosok Semar yang diperankan Mbah Nun juga sangat tanggap terhadap dinamika zaman, dinamis dalam kehidupan, dan idealis atas kebenaran. Mbah Nun tidak hanya memberi contoh, akan tetapi menjadi sosok yang dapat menjadi contoh, baik bagi jamaah Maiyah maupun rakyat Indonesia.
Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari beliau, salah satunya adalah filosofi telaten menuju hidup yang berkah. Beliau menjelaskan bahwa hidup yang istiqamah adalah hidup yang penuh dengan ketelatenan, kesungguhan, dan ketekunan, sehingga membawa kita kepada keberhasilan dan impian yang diinginkan. Dalam menjelaskan ketelatenan, Mbah Nun selalu memberikan statement yang tidak jarang membuat kita merasa tertampar dan tersadar akan makna yang begitu dalam dari kata “telaten”. Mbah Nun menjelaskan bahwa Allah sebagai Tuhan sudah sangat istiqamah, serta sudah sangat telaten dalam mencintai dan mengurusi hamba-hamba-Nya. Allah tidak pernah meminta balas ataupun memberi balas kecuali sebagai pembelajaran bagi hamba-hambanya yang mau berzikir dan berfikir. Mbah Nun mempertanyakan status keistiqamahan dan ketelatenan kita kepada Allah SWT. Sudahkah kita telaten kepada Allah? Apakah ketelatenan kita tulus ditujukan kepada Allah? Benar-benar telaten mengharap Ridha Allah? Bukan karena harta, jabatan, atau dunia yang sedang kita inginkan?. Dari sini, Mbah Nun di banyak pengajiannya sering kali mengajak kita untuk hidup sebagai manusia yang telaten atau istiqamah. Telaten dalam menjaga hubungan baik kepada Allah dan telaten dalam berakhlak mulia kepada sesama manusia.
Kita hendaknya belajar “ketelatenan” dari beliau. Ketelatenan yang diajarakan beliau bukan hanya disampaikan lewat lisan maupun tulisan, akan tetapi juga tercermin dalam tindakan dan tingkah lampah beliau. Keberhasilan dan pencapaian Mbah Nun saat ini tidak jauh dari ketelatenan dan keistiqamahan dalam memerankan eksistensinya sebagai Abdullah dan Khilafatullah di bumi. Mbah Nun sebagai Abdullah merupakan tokoh yang senantiasa mengajak kita untuk mengingat Allah, menambah kualitas takwa, dan memohon ampunan sebagi upaya membangun hubungan baik kepada Allah. Sedangkan Mbah Nun sebagai Khalifatullah merupakan tokoh yang selalu mendorong kita untuk berkembang, maju, serta meningkatkan kualitas dan potensi diri, tujuannya agar bisa menjadi pridi yang bermanfaat bagi manusia lain. Oleh karena itu, Mbah Nun dalam dunia perwayangan adalah sosok Semar yang telaten, yakni seorang tokoh yang bersifat arif dan bijaksana serta selalu bersungguh-sungguh dalam menegakkan kebenaran dan memberantas kemunkaran. Sebagaimana Semar di dunia Mahabarata adalah sosok yang bijaksana dan berwibawa, dengan tugas membimbing para Pandwa agar memiliki budi pekerti dan menjunjung tinggi kebenaran. Maka Mbah Nun sebagai tokoh intelektual muslim yang cerdas, bijaksana, nan berwibawa, dengan ketelatenannya membimbing, mengarahkan, dan meng-upgrade jiwa dan pikiran agar menjadi manusia beriman, bertakwa, dan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Dalam pandangan saya, dunia adalah pagelaran wayang dengan Mbah Nun sebagai Semar yang telaten. Telaten kepada Tuhannya, telaten kepada kerajaannya (Indonesia), telaten kepada bangsanya (rakyat), dan telaten kepada para Pandawa (jamaah Maiyah). Maka pada momentum 70 tahun Mbah Nun ini, saya ingin mengucapkan Sugeng Ambal Warso kepada Mbah Nun yang pada tanggal 27 Mei 2022 telah genap berusia 70 tahun. Tulisan ini merupakan salah satu bentuk rasa syukur saya kepada Allah SWT yang masih melimpahkan nikmat berupa keahadiran Mbah Nun dan Maiyah. Semoga Allah SWT masih dan selalu menyayangi Maiyah dengan memberikan umur panjang kepada Mbah Nun, memberikan kesehatan, keberkahan, dan melindunginya dari berbagai kejahatan baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat. Aamiin..