blank

Perjalanan saya dalam dunia perkuliahan cenderung tidak terlalu mendalami disiplin ilmu yang saya pilih. Satu hal yang pasti, saya sangat bersyukur dalam perjalanan tersebut Allah Kuasa Takdir mempertemukan saya dengan Maiyah terkhusus Mbah Nun “Muhammad Ainun Nadjib”. Sampai saat ini saya sering termenung mencari garis pertemuan saya dengan Maiyah, tapi baru saya menyadari itu semua berjalan begitu saja.
Dalam perjalanan saya “mencari” selama tumbuh menjadi dewasa, terhitung beberapa fase di pertemukan dengan berbagai warna sosok “orang berilmu” dan hasilnya masih sama, bukan rumah masih belum “rumah”. Bermaiyah seperti saya menaiki kendaraan penuh makna, atau seperti masuk ruang tanpa sekat penghalang, yang menerima semua perbedaan atas dasar yang sangat mendasar “kita makhluk” “kita manusia” memanusiakan semua tanpa membedakan warna dan harus berdiri berdikari.
Mbah Nun bagi saya adalah ruang, beliau merangkul dan menerima semua. Lebih tinggi dari ilmu, saya mendapatkan nilai kebijaksanaan untuk melangkah dan hidup bersama semua makhluk. Beliau tidak melihat titik benar atau salah menang atau kalah, kita selalu diajak berpikir tentang makna dalam perjalanan yang kita pilih dan rasa bertanggungjawab atas pilihan. Nilai yang dibangun Si Mbah, adalah kesadaran berpikir dan bertindak. Semua orang bagi saya mengalami fase perjalanan hampa dalam hidup dan mencari. Kita melakukan perjalanan dan menemukan tempat yang mau menerima, bukan?
Sekali lagi, alasan kuat saya dan menjadi garis besar saya mau berdampingan berproses dengan Maiyah terkhusus dengan Si Mbah, yakni Maiyah sebagai jalan menemukan prinsip hidup berpijak nilai kebijaksanaan dan tempat menerima semua golongan manusia, beragama ataupun tidak, berpendidikan ataupun tidak. Seperti tagline bermaiyah “Sinau bareng” manusia selalu harus belajar, upgrade ilmu dan kesadaran hidup.
Hubungan saya dengan Maiyah terkhusus si Mbah, seperti seorang cucu yang sembari di temani dongeng dongeng Si Mbah yang menenangkan dan berpetuah nilai kehidupan. Maiyah menampilkan pertunjukan seni, pertunjukan miniatur kehidupan nan menyenangkan.
Pertemuan setiap bulan dengan perkumpulan simpul yang di tunggu-tunggu. Pertemuan menentramkan, dinamika hidup yang terurai sampai dini hari dengan kehangatan setiap personalnya. Energi kebijaksanaan hidup yang Si Mbah tularkan ke semua teman-teman jamaah, maupun kerabat intelektual-budayawan Si Mbah yang tumbuh di setiap daerah, saling memberi nilai kebaikan yang sudah di dapat dalam perjalanan kehidupan yang mereka tempuh.
Kalau ketemu Si Mbah rasanya seperti cucu mudik temu kangen, seperti yang kita tau mudik lebaran rumah si Mbah lah, yang menyatukan anak dan cucu cucunya; Energi dan kehangatan. Kita ini cucu-cucu di perantauan yang sedang berlajar, berjalan di kenyataan. Kita ini dipenuhi rasa lelah dan kebingungan menyoal permasalahan hidup, ataupun kita ini cucu-cucu termajinalkan di tengah komunal masyarakat yang berseragam melandaskan diri pada sistem yang mereka juga sebenarnya tak tahu menahu kedalamannya serta nilai kebijaksanaan sistem yang mereka junjung. Hal yang penting, jika persoalan ini diutarakan pada Si Mbah, jawaban si Mbah sekali lagi bukan pada titik itu salah atau benar. Lagi-lagi kita diajak berpikir, perlakuan seperti itu tarik alurnya ke belakang penyebab mereka melakukan dan bijaksananya kita dalam bersikap kepada personal dari masing masing mereka.
Pendapat saya pribadi atas dasar interaksi personal saya dan si Mbah, bagi saya bercengkrama dengan Maiyah, seperti menemukan atmosfer juguran Nabi era sekarang dengan pendekatan budaya kita tentunya. Dengan keilmuanku yang sangat dangkal, aku merasakan apakah sedamai ini nuansa dakwah Nabi Muhammad SAW, melihat Mu (Mbah Nun) rasanya ada pancaran dakwah kenabian begitu indah. Kangen rasanya sosok seorang pencerah merangkul dan menyatukan.
Tahun lalu saya mengarungi ruang kehidupan baru, perjalanan baru. Hampir setiap menjelang tidur, melalui perangkat smarphone, youtube kumpulan vidio-vidio Maiyah materi yang sangat variatif saya perdengarkan. Namun, di fase baru itu, saya cukup banyak hari yang melewatkan kebiasaan aktifitas tersebut. Entah mengapa, ada dua malam yang saya pun tidak pernah membayangkannya pertemuan dengan Si Mbah. Saya pribadi tak pernah ambil pusing tentang mimpi, cenderung abai. Namun berbeda, Pertemuan dimensi itu yang tidak bisa saya kontrol. Mungkin juga sebagai kode penanda.
Memasuki tahun baru, 2023 Juguran Syafaat Simpul Maiyah Purwokerto-Purbalingga dan sekitarnya. Kali ini bukan kami yang mudik ke rumah Si Mbah, tapi Mbah Nun yang “tilik” anak cucunya untuk menyirami tanaman yang sedang diterpa kemarau, kehadiran beliau bagai hujan yang menyuburkan akar berpikir kami kembali segar. Awal tahun yang menyenangkan.
Selepas Juguran Syafaat, entah mengapa dahaga pertemuan masih saja belum terpenuhi. Selang beberapa bulan saya berkendara menuju Magelang, bercengkrama dengan Simpul Maneges Qudrah dalam acara Miladnya. Saya datangi menjemput rindu sekedar melihat secara langsung. Sekali lagi, ini sangat menyenangkan. Ya, pikir saya arti dua kali ketemu Si Mbah di dimensi mimpi tahun lalu, terjawab di tahun 2023, pikir sederhana saya. Walaupun terhitung beberapa kali awal tertarik maiyahan, saya mengunjungi Maiyahan di Banyumas dan Banjarnegara. Di sisi lain, saya masih “rikuh” “malu” kalaupun berhadapan terlalu dekat dengan beliau di majelis ataupun pertemuan lain. Keinginan lain, melawan rasa “rikuh”, “malu” itu, rasanya ingin sekedar memeluk dan menumpahkan air mata. 😊
Oya, cucu mu yang satu ini tanpa di rencana dengan “nekad” membuat skripsi bernuansa Maiyah, tapi ya masih sangat kurang dari kata bagus. Dosen pembimbing saya kebetulan ketua PDM Banyumas yang nuansa dakwahnya satu jalur dengan Si Mbah, moderat serta menyenangkan. Beliau Bapak Ibnu Hasan. Jujur saya pribadi tidak berencana sampai skripsi pun menyoal Maiyah. Itu semua karena saya orang yang terlalu santai saja, tak mau ribet. Yang seharusnya setor judul skripsi lima judul tentang pendidikan formal atau tema tema umum yang kemudian difilter dan di kerucutkan. Saya buat langsung lengkap latar belakang dan lainnya tujuannya supaya dosen tak terlalu menuntut.
Peran saya sekarang untuk Si Mbah, mencoba meneruskan perjuangan Si Mbah lewat jalan sederhana yang saya mampu dan bisa. Nilai nilai Maiyah saya mencoba istiqomahkan di diri dan circle terdekat, dengan pendekatan semampu saya. Bermaiyah Bergembira. @pejalan.maiyah @muhamad_muniff