blank

Dengan menyebut nama Allah, Maha Pengasih, Maha Penyayang. Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan semesta Alam. Perjalanan hidup yang mungkin bagi saya tidak segampang yang lainnya, namun bukan berarti saya menggampangkan kehidupan manusia lainnya.
Sedikit tahu tentang Mbah Nun mulai dari kuliah, sekitar delapan tahun lalu. Mencoba mengikutinya dari berbagai akun instagram dan tentu kemudian dari caknun.com, bergabung dengan grup sinau dan lingkar maiyah, mulai tertarik membeli buku-buku karya beliau. Entah bagaimana, rasanya ada energi yang kuat, sudut pandang yang semakin luas, penerimaan hidup yang semakin dalam setelah membaca karyanya, mendengar apa yang beliau sampaikan, tutur kata dan gestur tubuhnya membawa saya melangkah jauh ke dalam diri, belajar kembali mengenal Allah dan Kekasih-Nya.
Dari Mbah Nun juga saya mengenal Jamaah Maiyah, perkumpulan entah apa yang mau-maunya berkumpul sesak hingga tengah malam bahkan dini hari mendengarkan, menyaksikan, salah satu Ciptaan Tuhan ini. Kurang lebih sekitar tahun 2014 atau tahun 2015 pertama kali bertemu Mbah Nun di salah satu penerbit besar di Kota Bandung mengisi acara ulangtahun penerbit tersebut, dibuat bingung karena beliau kok bilang kalau posisi duduk laki-laki dan perempuan digabung tidak apa. Penyampaian Mbah Nun dalam acara ini juga masih belum bisa saya pahami sepenuhnya, karena memang ini adalah kali pertama bertemu dan mulai mengenal beliau. Dari sini mulai ada ketertarikan terhadap beliau.
Beberapa kali saya turut hadir dalam lingkar maiyah di Bandung dan Jakarta, saya merasakan atmosfer yang berbeda dengan pengajian-pengajian lain. Di Maiyah siapapun bisa hadir, mulai dari preman tatoan, hingga orang kantoran. Dari yang tak tamat sekolah sampai yang paling tinggi sekolah. Kami tidak merasakan adanya sekat sosial, semua bercampur baur dengan tetap menjaga keharmonisan satu sama lain, saling menjaga keamanan satu sama lain, saling menjaga kenyamanan satu sama lain. Di Maiyah kita mengenal cinta segitiga, yaitu Allah, Rasulullah, dan makhluk-Nya. Di maiyah kita juga tidak sedang dinasehati oleh satu orang guru, maka siapapun yang dirasa mampu akan diajak naik panggung dan menyampaikan apa yang ia tahu. Tapi beliau selalu mengingatkan untuk selalu mengolah kembali apa-apa yang disampaikan diatas panggung. Di Maiyah tidak hanya konsep satu arah, tapi beliau selalu bertanya dan membuka diskusi kepada Jamaah Maiyah, selain itu, di Maiyah kita akan disuguhkan oleh penampilan-penampilan entah dari Gamelan Kyai Kanjeng ataupun penampilan khas daerah atau seni-seni lainnya.
Mbah Nun banyak memengaruhi pikiran, hati dan jalan hidup saya. Meski saya tidak pernah meminta saran atau nasihat secara langsung untuk berpijak teguh diatas panggung yang Allah gelar ini. Entah mengapa setiap permasalahan yang hadir, saya bisa mencari jawabannya dengan mudah melalui karya-karya Mbah Nun entah tulisan atau video-video yang dibuat. Bahkan tanpa menunggu masalah datang, Mbah Nun sudah memberikan kiat-kiat untuk siap menghadapi itu semua.
Jika saya boleh bercerita, saya pernah diberi sakit yang mungkin dianggap sebagai sakit yang menakutkan bagi sebagian orang, ya tentu saja saya adalah salah satu dari bagian orang-orang tersebut. Mungkin ini menjadi salah satu titik paling rendah di hidup saya, namun saya harus siap menjalaninya. Pada suatu waktu saya membeli buku tulisan dr. Ade Hashman yang berjudul “Cinta, Kesehatan dan Munajat Emha Ainun Nadjib” dan menonton kanal YouTube caknun.com dengan judul “11 Kunci Sehat”, saya benar-benar tercerahkan.
Dapat disimpulkan dari kedua karya di atas bahwa kesehatan seluruh kita adalah gabungan dari kesehatan jiwa, kesehatan badan dan kesehatan hubungan kita dengan Tuhan. Jiwa, badan, dan rohani yang menciptakan adalah Allah, maka sehatnya manusia tergantung kepada kedekatan manusia pada yang menciptaknnya. Satu hal lagi, Mbah Nun bilang bahwa sehat dan sakitnya manusia belum tentu sehat/sakit menurut Allah. Bisa jadi, sehat/sakitnya manusia merupakan azab atau bahkan bisa jadi rahmat, tinggal kita bisa memaknainya seperti apa dan bagaimana. Semoga sehat dan sakitnya kita adalah bentuk kasih sayangnya Allah kepada kita, rahman rahim nya Allah. Dari sinilah timbul rasa syukur yang teramat sangat, husnuzan kepada Allah atas apa yang Allah berikan, baik sehat maupun sakit, bahagia atau sengsara sekalipun. Mbah Nun mengajari saya bagaimana bisa melihat dari sudut pandang yang lebih luas dengan tentu selalu mengingatkan tentang min haitsu laa yahtasib, atau asalkan Allah tidak marah kepadaku, aku rela. Menjadi manusia ruang bukan manusia perabot, belajar menjadi pribadi yang lebih bijak dan siap dalam menghadapi kondisi bagaimanapun sambil tentu merenungi dan muhasabah ke dalam diri.
Salah satu hal yang membuat saya sangat bersyukur kepada Allah adalah karena diberi kesempatan untuk mengenal Mbah Nun dan Jamaah Maiyah. Sugeng Ambal Warsa Mbah Nun, semoga selalu diberikan kesehatan oleh Allah. Amin.
Trimakasih Mbah Nun, aku dan anak cucumu masih butuh.