Gambang Syafaat
Gambang Syafaat

Mendengar kata mlungsungi, kadang kita berpikir bahwa itu adalah proses bergantinya kulit ular atau cangkang hewan dari yang lama menjadi baru. Menurut KBBI kurang lebih seperti itu. Tetapi setelah kata mlungsungi terucap berulang kali entah itu lirih atau dalam batin kok njelalah otak dan hati kita diajak selancar kemana-mana. Kita diajak menerka-nerka oleh hati dan otak kita sendiri. Kita menjadi ma’mum dan nderek’aken atau mengikuti kemana arah pikiran kita setelah otak kita selancar beralaskan kata mlungsungi.

Dengan landasan kata mlungsungi, memang sejatinya bukan hanya untuk hewan tetapi juga untuk manusia seperti kita ini yang menyandang status sebagai hamba. Lelah, jenuh, merasa paling bermasalah paling susah atau banyak lagi paling-paling yang lainnya. Mlunsungi bisa menjadi oase ditengah kelelahan-kelelahan tersebut.

Mlungsungi menjadi sebuah koridor atau pintu bagi seorang hamba untuk menemukan hal baru. Entah itu dari internal maupun eksternal diri. Banyak contoh dinamika kehidupan ini yang ternyata memerlukan waktu pembaruan-pembaruan. Segala sesuatu ternyata memiliki masanya sendiri-sendiri. Bahkan pemikiran dan kondisi emosional manusia. Ada masa-masa untuk bertahan dan ada masa-masa untuk pembaruan. Agar kita bisa tetap berjalan sesuai dengan konsep vektor dari satu titik ke titik yang dituju.

Dari berucap kata mlungsungi secara berulang-ulang tadi, sepertinya juga ada cambukan kepada diri kita untuk mengingat dawuh Mbah Nun bahwa ramadhan sepanjang tahun dan idul fitri setiap hari. Dari dawuh tersebut menjadi hentakan bagi kita yang sering kali mengulur-ulur dan memanjakan diri kita sendiri untuk tidak segera beranjak. Segera tandang, segera sadar dari kondisi kekolotan pikiran, hati dan tindakan kita sendiri menuju ke arah yang lebih tepak.

Mlungsungi merupakan proses tanpa henti diri sendiri. Bergerak dari Diri yang merasa jenak padahal belum tepak. Diri yang merasa sudah tepat padahal masih penat. Diri yang beranggapan mencapai sesuatu dan tak mau enggan dari situ. Diri yang merasa sudah punya semua padahal itu hanya fana. Semua dinamika-dinamika itu memiliki masa mlungsungi. Dan manusia memang harus mlungsungi setiap saat dengan ikhtiar kesadaran waktu yang tepat. Dari titik merasa sudah untuk menuju ke manusia bermartabat dan membawa manfaat.