blank

“Kita ini generasi pohon jati. Penanam pohon jati adalah orang yang paling ikhlas. Karena dia tahu saat dia menanam dia tidak akan menikmati hasil panennya kecuali anak-cucunya. Laku menjalankan simpul Gambang Syafaat seperti pohon jati. Yang usia panennya hanya bisa dinikmati anak cucu.”

Disampaikan Mbah Nun di Gambang Syafaat pada 25 Februari 2018.

Di setiap acara maiyahan kita melihat wajah-wajah belia mendengarkan secara seksama. Anak-anak muda itu datang dan menempuh perjalanan yang sangat jauh. Yang menjadi pertanyaan adalah, mengapa anak-anak muda itu mau dan tertarik ikut gabung duduk selama berjam-jam mendengarkan uraian yang panjang lebar itu? Siapakah yang menggerakkan langkah kakinya untuk ikut melingkar itu? Sewajarnya anak-anak muda adalah tongkrong, berlibur, bersenang-senang. Di forum maiyah mereka diajak berpikir yang seringkali pemikirannya tidak umum. Ketika mereka kembali ke masyarakat menurut pemikiran mereka, ada yang dianggap aneh.

Sebagai missal, tentang pembagian urusan dunia dan akhirat, Mbah Nun tidak memisahkan urusan dunia dan akhirat, “Tidak ada urusan dunia yang tidak terhubung dengan akhirat.” Juga pendapat tentang ilmu umum dan ilmu agama, Mbah Nun berpendapat, “Semua ilmu itu Ilmu agama, karena tidak ada yang bisa lepas dari Allah, entah itu matematika, biologi, teknik jika itu membuat kita terikat dan mengikatkan diri kepada Allah maka itu ilmu agama. Sedangkan ilmu agama tetapi membuat kita suntuk pada urusan dunia, untuk mencari uang maka itu menjadi ilmu dunia.”

Sebagai contoh pendapat yang tidak umum lagi, maksudnya pendapat yang membuat masyarakat terkadang terkejut-kejut. “Jika bekerja itu ya bekerja saja, Allah menyuruh kita bekerja. Tidak usah diniati mencari uang. Allah itu membuatmu dan Dia bertanggungjawab atas rizkimu. Jangan seolah-olah Allah tidak bertanggungjawab.” Masih banyak pendapat-pendapat yang membuat orang yang sekali dengar terkejut-kejut. Responnya macam-macam, ada yang mula-mula marah dan kemudian penasaran dan belajar pada tahap berikutnya.

Mereka kemudian menyebut diri orang Maiyah, orang Maiyah bukanlah orang-orang yang asal beda penampilan dan pemikiran. Orang Maiyah itu adalah orang-orang yang secara bersama-sama bantu-membantu agar Allah ridho, Allah tidak marah. Ia mengikatkan diri dengan Allah dengan cara meneladani Rosulullah Muhammad. Ada cinta segitiga antara Allah, Muhammad, dan Hamba, yang makhluk dan orang-orang yang gondelan jubahnya Kanjeng Nabi mengharapkan Syafaat.

Pernah kami ceritakan di web ini, di Gambang Syafaat pernah dihadiri seorang pemuda dengan penampilan sangat gaul. Dia bercerita dari Jawa Timur, konon dia sudah lama meninggalkan sekolah. Ia tidak betah dengan kelas. Orangtuanya putus asa. Akhirnya orangtuanya mengizinkan anaknya itu untuk tidak sekolah, asal ia datang di acara-acara maiyahan. Apa coba alasan orangtua itu menyuruh anaknya datang ke acara maiyahan? Hanya orangtua itu yang tahu alasannya. Mungkin ia percaya dengan ikut Maiyahan, anaknya menjadi pribadi yang memiliki Allah, sebuah kepemilikian yang tiada hingga besarnya yang di maiyah itu selalu diingat-ingatkan terus. Ingat Allah, ingat jalan kembali, singkirkan tabir-tabir, tipu daya, muslihat dunia yang menghalangi jalan untuk kembali ke Allah.

Terhadap peradaban, Mbah Nun menyebut anak-cucunya ini adalah generasi baru, bukan generasi penerus karena yang diteruskan tidak layak diteruskan. Yang patut diteruskan adalah cara hidup sebagaimana Muhammad, Rasulullah. Dan pengetahuan yang paling hakiki hanyalah dengan cara mencintainya.

Poster Gambang Syafaat edisi ulang tahun ke-20 yang akan terlaksana pada tanggal 25 Desember 2019 di Halaman Masjid Baiturahman kali ini adalah menanam pohon jati. Pohon Jati adalah pohon kesejatian, kuat dan menjulang. Belajar bermaiyah adalah menanam Islam yang sejati ke dalam lubuk hatimu. Mari-mari.