blank

Forum Gambang Syafaat bulan 25 Juli 2018 kedatangan Mas Sabrang. Ini rezeki besar bagi jamaah Maiyah Semarang dan sekitarnya. Beliau sudah satu tahun lebih tidak hadir di Gambang Syafaat. Tentu semua jamaah rindu dengan beliau. Kedatangan beliau juga bisa mempererat hubungan para jamaah.

Kita pasti sering mendengar lagu yang liriknya “Wong Kang Sholeh Kumpulono”. Berkumpulah dengan orang yang saleh. Salah satu lirik lagu “Tombo Ati” itu sering kita dengarkan saat sinau bareng Mbah Nun dan KiaKanjeng atau di majlis-majlis lainnya. Berkumpul dengan orang yang saleh tidak hanya saat di masjid, pengajian, majlisan dan saat Maiyahan. Kita bisa berkumpul di tempat-tempat lainnya. Orang yang sholeh tidak identik dengan orang yang memakai baju muslim, peci ataupun serban. Di Maiyah tidak diwajibkan memakai seperti itu, bahkan jamaah perempuan juga ada yang tidak memakai jilbab.

Setiap hadir di acara Maiyahan kita selalu menjumpai wajah-wajah para jamaah Maiyah yang selalu berganti. Mereka tentu datang dari wilayah yang berbeda-beda. Namun itu tidak membuat masalah para jamaah. Kita semua sudah membaur bersama. Ketika hadir acara Maiyah di mana pun. Jangan hanya dijadikan untuk menimba ilmu saja, gunakanlah waktu sebaik mungkin. Di kanan kiri kita semua saudara, teruslah menyambung persaudaraan antara teman di sekitarmu, di Maiyah meski baru kenal dan berjabat tangan sudah dianggap saudara, dimanapun berada.

Jadikan forum rutinan Maiyahan seperti Mocopat Syafaat, Padhangmbulan, Gambang Syafaat, Kenduri Cinta, Bangbangwetan ataupun di forum Maiyahan lainnya untuk silaturahmi antar sesama jamaah. Jangan dihitung berapa banyak biaya dan berapa jarak tempuh perjalanan kita ke acara ini. Biarkan Allah yang akan menghitung atas keikhlasanmu datang ke forum Maiyahan seperti ini. Setiap pertemuan ini, jadikanlah bentuk kekeluargaan dengan siapapun, meski juga tidak ada hubungan darah sekalipun. Supaya di mana pun kita berada bisa bersilaturahmi antar sesama lagi.

Para penggiat saling berjabat erat dan saling sambang paseduluran di berbagai forum Maiyahan lainnya. Supaya kita selalu menanam dan merawat benih-benih kejernihan berpikir di Maiyah ini selalu tumbuh, yang kelak nantinya akan diteruskan generasi penerus yang akan selalu tumbuh untuk generasi masa depan Indonesia. Jalinlah persaudaraan di Maiyah ini di mana pun dan sampai kapan pun. Tidak ada yang lebih indah dari persaudaraan dengan persaudaraan yang bukan kerabat sendiri ini.

Mbah Nun juga berkali-kali menuturkan. Apa saja yang terjadi di Maiyah ini atas kehendak Allah, kita berkumpul hampir setiap hari ini juga karena Allah. “Mata air Maiyah melahirkan Al-Muhtadin, hamba-hamba yang dihidayahi oleh Allah. Kemudian berhimpun menjadi Al-Mutahabbina Fillah, hamba-hamba yang saling mencintai semata-mata karena Allah. Bersaudara tidak karena hubungan darah, kesamaan golongan atau motivasi kekuasaan dan transaksi keduniaan.

Mereka bersaudara dan merawat persaudaraan fid-dunya wal-akhirah, kholidina fiha abada, dalam keadaan berdiri, duduk atau berbaring. Dalam kemudahan atau kesulitan, kemiskinan atau kekayaan, kesedihan atau kegembiraan, dalam kepungan kegelapan atau limpahan cahaya. Mereka mengalir dalam getaran bersama. Mereka bergetar di aliran yang sama”. (Tetes – Dua Dari Sepuluh).

Tentunya niat keikhlasan kita juga selalu menghadirkan Allah dan Rasulullah di dalam hati kita masing-masing, atas keikhlasan niat baik kita, sudah pasti Allah akan menolong kita. Dengan niat keihklasan kepada Allah kita semua, yang tadinya terasa berat melakukan suatu hal, Insya Allah semua akan menjadi ringan, tentu rasa lelah akan berubah menjadi senang.

Begitu pun yang pernah disampaikan oleh Mbah Nun, apa saja yang kita peroleh dan kita nikmati di Maiyah, kita cerdasi kemudian didayagunakan, minimal untuk diri kita dan masyarakat. Jangan sampai apa yang kita peroleh di Maiyah tidak berguna bagi diri kita dan keluarga kita, terapkan ilmu-ilmu Maiyah di dalam diri kita masing-masing. Seandainya Maiyah memang berguna bagi negara Indonesia. Alhamdulillah.

Jepara, 30 Juli 2018