blank

Sore hari sebelum matahari terbenam, suasana Simpang lima dan sekitar Masjid Baiturrahman Semarang terlihat begitu ramai, jalan-jalan pun juga terlihat padat. Kebanyakan masyarakat tampaknya banyak yang selesai melakukan aktivitas bekerja. Begitu juga para penggiat Gambang Syafaat yang sebagian baru pulang bekerja langsung menuju ke Aula Masjid Baiturahman. Mempersiapkan peralatan yang akan dipakai malam nanti.

Begitu suara adzan Maghrib berkumandang, para penggiat dan jamaah Maiyah mulai banyak berdatangan. Mereka saling membantu dan bekerja sama menyediakan karpet, memasang lampu, dan membersihkan pelataran komplek Masjid Baiturrahman. kru sound system begitu tiba langsung menata peralatan sound. Menjelang bakda Isya karpet sudah tertata rapi dan lampu pun turut dinyalakan. Suasana sound check terdengar. Back drop bertuliskan Gambang Syafaat mulai dipasang. Grup rebana Nurul Assatidz dari UPGRIS dan kelompok musik Wakijo lan Sedulur juga sedang menata peralatan musik mereka sampai selesai langsung ikut sound check.

Sebagian para penggiat dengan dibantu penggiat lainnya mempersiapkan dan menata merchandise dan kopi di depan sebelah kiri panggung. Para pedagang khas Gambang Syafaat mulai menempatkan posisinya masing-masing. Di sisi lain meski Masjid Baiturrahman sedang melakukan renovasi, namun tidak membuat para penggiat menjadikan sebagai penghalang, malah sebagian tukangnya menikmati acara saat Gambang Syafaat berlangsung. Waktu menginjak pukul 20:00 WIB para jamaah Maiyah semakin bertambah, mereka menempatkan posisi duduknya. Duduk mereka menyebar, ada yang di sebelah panggung, ada yang deket sound dan ada pula yang memilih duduk belakang sendiri.

Dzikir dan munajat Maiyah dipimpin oleh Om Jion, Galih dan salah seorang dari grup Rebana Assatidz bernama Mas Fais. Para jamaah pun juga turut membaca hingga munajat dan sholawat Indal Qiyam. Sebelum ke sesi prolog, grup rebana Nurul Assatidz, kurang lebih anggotanya 10 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, membuka awal acara dengan sholawat. Kemudian Mas Ali dan Mas Yunan ikut membersamai di panggung. Mas Ali berangkat bersama-sama dengan sedulur-sedulur Maiyah Kudus, jumlahnya lumayan banyak. Sebelum sesi prolog Mas Ali mengingatkan bahwa di Maiyah selalu ada 3 dimensi, yaitu spiritualitas, intelektualitas dan kegembiraan. Terkait tema malam itu Mas Ali menambahkan tentang kepekaan sosial, kesadaran sosial dan kepedulian sosial. Kesadaran sosial sudah ada karena terpanggil oleh pengetahuan yang kita miliki dan yang menimbulkan kepekaan sosial terhadap sesama manusia adalah rasa syukur kita. Evolusi kepekaan adalah rangsangan indrawi seseorang yang peduli terhadap pengetahuan yang dia miliki, maka akan dia berbuat baik dan benar di mana pun berada. Orang yang baik tidak memerlukan pengetahuan untuk merasakan kepekaan sosial, imbuh Mas Ali.

Di sela-sela Mas Ali menyampaikan paparannya, sebagai jeda, grup rebana Nurul Assatidz kembali tampil dengan dua nomor lagu disambut hangat oleh jamaah Maiyah yang hadir malam itu. Kemudian Om Jion menyilakan Mas Yunan turut serta menyampaikan prolog malam itu. Sebelumnya para penggiat dari berbagai Simpul dipersilahkan naik ke panggung. Malam itu di Gambang Syafaat kehadiran penggiat dan sedulur-sedulur Maiyah dari berbagai tempat, yaitu dari Poci Maiyah Tegal, Majlis Gugur Gunung Ungaran, Kidung Syafaat Salatiga, Kalijagan Demak, Semak Kudus dan ada juga dari Suluk Maleman Pati. Mas Lu’ay penggiat Poci Maiyah Tegal diminta oleh Mas Ali untuk ikut bergabung di atas panggung. Sebelum ke Mas Lu’ay, Mas Yunan dipersilahkan untuk mengawali paparannya.

Awal dari Mas Yunan memaparkan, bahwa malam itu tema Gambang Syafaat adalah “Keterpanggilan” dan judulnya adalah “Evolusi Kepekaan”. Di Maiyah tidak ada sekat antara laki-laki dan perempuan, semua membaur menjadi satu bersama-sama mencari syafaat Rasulallah Saw dan ridho Allah Swt. Tambah Mas Yunan. Tak lama disambung oleh Mas Lu’ay menceritakan latar belakang dan pengalamannya tentang Poci Maiyah. Poci Maiyah setiap hari pukul 20:00 WIB sampai 22:00 WIB digunakan Sinau Bareng tentang ilmu, akidah dan akhlak via Whatsapp, kecuali hari Sabtu. Ia juga bercerita saat dulu datang ke Padhangmbulan, ternyata Mas Lu’ay itu muridnya Lek Ham adek dari Mbah Nun, di mana Lek Ham adalah guru teaternya. Lalu untuk menyegarkan suasanan tampil kembali grup rebana Nurul Assatidz.

Di samping mendengarkan grub rebana, Gus Aniq turut hadir membersamai di panggung. Gus Aniq memberi contoh saat kita memberi shodaqoh kepada pengemis itu peka terhadap pengemis itu apa tidak, dalam arti saat ada pedagang asongan dan ada pengemis kita memilih yang mana. Dikatakan peka untuk shodaqoh terhadap pengemis itu, setiap berjumpa dengan salah seorang pengemis dengan orang sama dan orang yang berbeda. Kita memilih memberi shodaqoh kepada orang yang sama apa kepada orang berbeda. Memang terkadang orang baik membutuhkan contoh orang yang berbuat buruk, untuk introspeksi menjadi lebih baik dari yang baik. Gus Aniq mencontohkan, yang lebih baik dilakukan saat bershodaqoh itu dalam bentuk infaq. Infaq adalah salah satu perbuatan yang menuntun untuk mengurangi aset yang berlebihan. Orang pelit sama orang konsumtif lebih baik orang konsumtif, karena ia akan selalu memberi dengan membeli sesuatu meski ia tidak membutuhkan. Sikap tersebut termasuk infaq dengan jalan ukhrawi.

Gus Aniq menegaskan, kita sebenarnya sedang dilanda kepekaan sosial. Salah satunya jalan untuk mengurangi kepekaan sosial dengan jalan silaturahim. Silaturahim itu anda punya kepekaan diri untuk menjamin keamanan siapa saja yang berada di sekitar kita, termasuk menjamin keselamatan saudara kita, tetangga kita dan teman-teman kita. Kepekaan diri itu dipengaruhi oleh tarbiyah dan riyadloh. Bisa juga dipengaruhi oleh ruh atau nasab seseorang dari leluhurnya. Dan tingkat pengetahuan seharusnya juga meningkatkan terhadap kepekaan sosial. Kepekaan dan dalamnya pemahaman itu bermanfaat sebagai bekal untuk mempelajari peradaban leluhur kita di masa lampau dan mampu mengantisipasi hal-hal yang mengarahkan kita pada keruntuhan. Allama insaana maa lam ya’lam, (Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui-Nya). Manusia adalah tingkatan pertama dari semua ciptaan Allah, dibawahnya ada Malaikat dan Iblis. Manusia yang masih mudah diatur oleh Iblis adalah manusia yang masih belum bisa menjadi manusia. Tambah Gus Aniq.

Kemudian mikrofon dipegang Kang Dur yang tampil sebagai moderator malam itu. Lalu kelompok musik yang biasanya memberikan shodaqohnya berupa alunan musiknya, yaitu Wakijo Lan Sedulur tampil dengan dua nomor lagu. Dan begitu juga malam itu, Cak Nugroho kembali bersua membawakan puisi karyanya, yang beberapa pertemuan di Gambang Syafaat tidak bisa hadir. Suasana tengah malam pun kembali hangat dan menyegarkan begitu gelak tawa, tepuk tangan dan wajah sumringah para jamaah Maiyah menikmati kegembiraan Gambang Syafaat malam itu. Bahkan para jamaah Maiyah yang konsisten tetap bertahan meski tidak tahu bahwa kehadiran Mas Sabrang malam itu untuk bernyanyi apa untuk Sinau Bareng. Ditemani Habib Anis, Pak Ilyas dan disusul Pak Budi Maryono, Mas Sabrang hadir di hadapan jamaah Maiyah Gambang Syafaat malam itu.

Pak Ilyas mengawali paparan mengenai “Evolusi Kepekaan”. Evolusi menurut beliau adalah proses yang berlangsung lama dan berlarut-larut untuk mencari kesempurnaan. Evolusi itu tidak terbatas, bahkan dalam kehidupan sehari-hari banyak terjadi bentuk-bentuk evolusi. Manusia setiap melakukan apapun pasti akan mencari evolusi-evolusinya sendiri-sendiri. Sebaiknya kita melakukan evolusi-evolusi ke dalam kehidupan sehari-hari untuk menemukan potensi diri kita. Setiap manusia juga mempunyai potensi diri. Potensi itu bisa ada didalam diri kita dan di luar diri kita, tinggal bagaimana kita mengaktivasinya. Pak Ilyas mengingatkan, Allah itu memberikan potensi kebaikan dan potensi keburukan, namun lebih memberikan potensi kebaikan kepada manusia (Laha Ma Kasabat Wa’alaiha Maktasabat). Anda harus bisa mengukur kemampuan evolusi diri anda sendiri, kalau anda mampu lakukanlah semampu anda, tapi kalau belum mampu janganlah memaksakan diri dan puncaknya nanti akan mencapai kesempurnaan.

Sebelum Mas Sabrang melanjutkan pemaparan Pak Ilyas, para jamaah diberi waktu bertanya. Pertanyaan pertama dari Fais asal Pati, ia menanyakan tentang perantara yang Allah berikan kepada kita berupa apa, yang menjadikan kita peka dan peduli. Kemudian pertanyaan kedua dari Maulana asal Kendal, ia menanyakan tentang evolusi peradaban yang terjadi saat zaman Nabi sampai zaman sekarang. Pertanyaan ketiga dari seorang cewek, maaf saya tidak tahu namanya karena bahasa berbicaranya sangat cepat, sehingga direkaman saya tidak begitu jelas. Ia menanyakan apa yang mempengaruhi kepekaan itu. Mas Sabrang merespon peka itu bisa muncul dari benda-benda yang kita lihat, misalnya saat kita melihat ada kamera yang sedang mengarah kepada kita dan bisa juga saat kita menangkap sebuah informasi. Mas Sabrang menangkap, kepekaan bisa objektif dan obyektif. Pemahaman mengenai kepekaan sebenarnya kita tidak usah terlalu memahaminya, ada hal yang kita peka terhadap sesuatu dan ada juga hal yang kita tidak bisa terhadap sesuatu.

Mas Sabrang mencontohkan, seandainya di jalan kita sedang naik sepeda motor kita melihat pengemis dan ban motor kita sedang kempes, kepekaan kepada seorang pengemis itu pasti sangat tipis, tapi kita lebih peka kepada ban sepeda motor. Ketika bersepeda motor pun kita juga mempunyai keputusan saat ngegas maupun ngerem. Setiap orang mempunyai kepekaan yang berbeda, tergantung sama pengalaman dan yang mengajari. Kepekaanmu saat ngegas atau ngerem itu tergantung pada pengalaman, sepeda motor dan yang mengajari. Peka itu bisa berasal dari dalam dan luar dirimu. Kepekaan juga bisa naik dan turun. Mas Sabrang menegaskan, reaksi terhadap dirimu terjadi karena ada keputusan, pengalaman, alat dan tanda atau rambu-rambu. Akal anda hanya peka pada sesuatu yang sedang membuatmu tertarik saat itu. Seperti organ tubuh kita setiap melakukan apapun pasti akan peka terhadap apapun yang organ tubuh lakukan. Gunakanlah akal tetapi jangan menuhankan akal. Akal itu seperti perahu, kalau kamu mau melewati selat maka kamu gunakan perahu supaya tidak tenggelam. Tapi kalau sudah sampai sebrang, kamu tinggalkan perahu itu, jangan diseret ke darat agar tidak memberatkan perjalananmu selanjutnya. Ada waktunya kapan dipakai dan ada waktunya harus didiamkan, tambah Mas Sabrang.

Waktu semakin malam dan berganti hari, suasana kekhusyukan para jamaah Maiyah menimba ilmu dari Mas Sabrang terlihat tidak akan mereka lewatkan begitu saja. Mas Sabrang mengigatkan, ada sebuah pengetahuan yang tidak tergantung pada wadah akalmu, seperti peraturan saat kita berada pada rambu-rambu, disitu kita pasti akan peka langsung tanpa mengunakan akal, karena memang sudah peraturan. Ketika kamu peka terhadap apa yang kamu lihat, maka mata anda akan peka terhadap apa yang anda lihat. Lain halnya ketika kamu peka terhadap diluar dirimu, maka anda tidak hanya peka terhadap diluar dirimu itu, tapi juga peka terhadap mata anda. Kepekaan mata anda hanya tertarik kepada yang kamu lihat saat itu, misalnya kita akan mendapat ilmu saat mendapat kejadian yang buruk, kejadian yang buruk baru anda akan mencari hikmahnya. Segala sesuatu yang mengunakan akal, belajarnya kepada indera. Mas Sabrang memberi pengetahuan bahwa beliau tidak percaya Tuhan Itu bukan materi dan imateri, karena Tuhan itu berada di dalam dan di luar diri kita.

Menjelang pukul 01:00 WIB micropbone diserahkan kepada Habib Anis. Beliau turut merespon terkait tema Gambang Syafaat malam itu. Habib Anis menegaskan, kepekaan anda akan menemukan tempat yang tepat ketika anda bisa mengelola diri anda sendiri. Manusia setiap hari mengalami proses meninggalkan yang lama menjadi yang baru itu merupakan evolusi. Kepekaan itu kemampuan mengelola diri, bahwa kesadaraan diluar dirinya ada orang lain. Kebaikan dan keburukan itu ada jalannya sendiri, namun kebenaran itu jangan anda pahami sebelum kesalahan-kesalahan yang anda alami anda pahami. Kita saat ini mudah terjebak, sehingga kita mudah dilupakan dan melupakan. Begitulah ketika iblis menawarkan kepada Nabi Adam, kemudian Nabi Adam turun ke bumi.

Ada yang berbeda dari pemaparan Habib Anis. Bahkan secara terang-terangan Habib Anis berkata, ”Saya tidak setuju dengan istilah evolusi.” Ketidaksetujuan Habib Anis tidak menimbulkan suasana kebersamaan menjadi tidak harmonis, justru para jamaah Maiyah semakin penasaran menyimak sampai Habib Anis menjelaskannya. Di Majelis Gambang Syafaat ketidaksetujuan antar pendapat membuktikan adanya diskusi dan format sinau bareng sedang berjalan. Habib Anis menegaskan, jangan percaya siapapun dan apa pun kecuali Allah dan Kanjeng Nabi. Hanya Kanjeng Nabi lah perantara kita untuk mencapai ke Allah.

Jangan mudah menilai orang lain, karena untuk menilai diri sendiri saja kita belum mampu. Kepekaan itu baik untuk menemukan potensi diri dan untuk menemukan empan papan. Manusia akan lebih peka ketika akan menghadapi kesulitan, tapi ketika mendapat kebaikan manusia belum tentu peka, tambah Habib Anis. Setelah pemaparan Habib Anis dilanjut penampilan grup rebana Nurul Assatidz lagi dengan shalawatan. Kemudian disambung penampilan Wakijo Lan Sedulur. Mereka berangkat memulai lagu dengan nada D G Em A, terjadilah kolaborasi dengan Mas Sabrang yang akhir terlarut dalam ruang rindu kita bertemu. Waktu hampir pukul 02:00 WIB diskusi dan pemamparan terus berlanjut. Suasana menjelang dini hari semakin hangat ketika penampilan grup rebana, Wakijo dan Mas Sabrang kemudian Pak Budi Maryono tampil membawakan puisi karyanya.

Pak Budi menceritakan pengalamannya saat perjalanannya ke sebuah acaa di Pati. Ketika itu beliau sempat kehabisan bahan bakar mobilnya, namun beliau menunda-nunda untuk membeli di sebuah pom bensin. Yang terjadi akhirnya dipertemukan kepada seorang penjual bensin yang ekonominya kekurangan. Dan pada saat itulah beliau mengingatkan kepada kita, membeli kepada orang yang kita tidak membutuhkan sama artinya dengan shodaoh. Bisa juga kita membeli sesuatu saat kita membutuhkan, tapi saat itu kita mencarinya sampai akhirnya dipertemukan kepada penjual yang tidak kita inginkan namanya juga shodaqoh kepada orang lain yang memang rejekinya untuk orang tersebut.

Lalu Mas Sabrang merespon pemaparan Pak Budi. Mas Sabrang menjelaskan bahwa kita memang mempunyai kebebasan untuk memilih, namun setiap orang harus selalu belajar bersyukur supaya menemukan kenikmatan saat bersyukur. Sekitar kurang lebih waktu menunjukan pukul 03:00 WIB, acara Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat dipungkasi dengan dipimpin doa oleh Habib Anis dan diakhiri dengan melantunkan Sohibul Baiti bersama. Tak lupa seperti biasanya para jamaaah Maiyah turut membantu, mengembalikan dan membersihkan tempat acara Gambang Syafaat digunakan. (Galih Indra Pratama)