blank

Terhitung dari tanggal 17 Mei 2018 awal kita melakukan ibadah puasa Ramadhan, alhamdulillah hari ini sudah berjalan 15 hari kita melakukan ibadah puasa. Tidak terasa waktu memang begitu cepat berlalu dan jangan jadikan ibadah puasa sebagai penghalang kita untuk tetap bekerja atau melakukan aktivitas yang lainnya. Namun, jadikan puasa kita untuk benar-benar ibadah yang kita persembahkan hanya untuk Allah SWT. 

Memang setiap orang kyai, habaib, atau syech memaknai puasa dalam arti sendiri-sendiri. Setiap orang bisa memaknai arti puasa, karena sudah melakukan ibadah puasa tidak hanya bulan ramadhan, namun mereka mampu menjalani hidupnya sehari-hari dengan puasa. Dan yang jelas puasa adalah ibadah yang wajib dilakukan oleh orang muslim setiap bulan Ramadhan.

Sebagaimana yang dilakukan kita sebagai orang muslim saat bulan Ramadhan tiba, biasanya ada tradisi tethek (membangunkan orang pada waktu sebelum imsak) dan ada juga waktu sahur. Tradisi seperti halnya tadi memang tidak wajib dilakukan. Bahkan yang lebih ironisnya lagi pasar-pasar ramai transaksi, di pinggir jalan terpampang spanduk dan baliho iklan-iklan, dan ada juga para calon parpol juga sibuk mengucapkan selamat. Ada pula di televisi berbagai tokoh-tokoh bermunculan turut mengucapkan selamat. Mereka seolah-olah sibuk dengan rekayasa-rekayasa memaknai hari puasa di bulan Ramadhan, tokoh-tokoh ribut mempromosikan dirinya sendiri demi kepentingan pribadi.

Pada zaman peradaban Rasulallah SAW tradisi tersebut malah tidak ada sama sekali, bahkan Rasulallah SAW apa kita tahu beliau melakukan santap sahur apa tidak. Namun beliau bersabda, Menurut Rasulallah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim “Makanlah kalian saat sahur, sesungguhnya di dalam sahur itu terdapat berkah.” Mungkin sampai sekarang kita hanya meneruskan tradisi zaman sesudah Rasulallah sampai saat ini. Tapi jangan terus ramai-ramai mengikuti trend masa kini, berprinsiplah pada diri kita sendiri, sebagaimana yang di ajarkan oleh Rasulallah. Beliau pun melakukan ibadah puasa tidak hanya saat bulan Ramadhan saja, bahkan setiap harinya yang dilakukan beliau adalah puasa.

Definisi puasa tidak hanya menahan lapar dan haus dari fajar hingga matahari terbit, tidak sekedar menyangkut makan dan minum saja. Di dalam menjalankan puasa adalah ibadah dalam bentuk spritualitas. Dalam arti spritualitas karena ibadah puasa merupakan ibadah yang langsung dipersembahkan kepada Allah. Ibadah tersebut membuat tubuh kita lebih sehat dari sebelumnya. Banyak terjadi sebelumnya mempunyai penyakit, namun setelah berpuasa, alhamdulillah penyakitnya hilang dan sembuh. Puasa tidak ada kaitannya dengan warung-warung berjualan atau tidak berjualan, kita harus menghadapi apa adanya seperti hari-hari biasanya, agar betul-betul menghadapi ujian di saat sedang berpuasa atau tidak berpuasa.

Mbah Nun pernah menyampaikan. Puasa tidak hanya menyangkut tidak makan dan tidak minum saja. Puasa berkaitan dengan seluruh mekanisme kehidupan, menyangkut seluruh kenikmatan dan penderitaan di dalamnya. Puasa merupakan tradisi budaya yang sudah ada sebelum Islamnya Muhammad datang. Islam-Islam yang ada sebelumnya merupakan Islam yang belum lengkap. Allah menyebarkan ratusan ribu Nabi dan dua puluh lima rasul kemudian dijadikan dalam satu tabung besar bernama Nabi Muhammad. Di dalam Nabi Muhammad ada Nabi Ayub, ada Nabi Adam, ada Nabi Idris, Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Ibrahim, Nabi Khidir, Nabi Isa, Nabi Yesus, Nabi Buddha dan siapa saja. Yang kita sebut Muhammad bin Abdullah ini adalah salah satu episode Nabi Muhammad yang berlangsung selama 63 tahun. Sedangkan alam semesta ini berlangsung selama beratus-ratus juta tahun dan Nabi Muhammad sudah ada sejak sebelum jagad raya diciptakan.

Di buku karya Mbah Nun yang berjudul “Tuhan Pun Berpuasa”. Beliau mendefinisikan arti puasa tidak dalam arti sempit saja, namun beliau mengartikannya sangat luas. Bahkan  ketika saya membaca buku tersebut, kalau dipikirkan secara mendalam, mengajarkan kita untuk selalu bersyukur di hadapan Allah dan mengajarkan kita setelah puasa Ramadhan apakah kita menjadi lebih bertaqwa kepada Allah atau tidak?

“Puasa adalah metode dan disiplin agar kamu melatih diri untuk melakukan apa yang pada dasarnya tidak kamu senangi serta tidak melakukan apa yang pada dasarnya kamu senangi. Cobalah ulangi, pandang dirimu di cermin dan tataplah segala sesuatu di rumahmu: betapa kebanyakan dari kenyataan hidupmu itu “bersifat hari raya”, yaitu memenuhi kesenangan. Puasa itu melatihmu untuk bermental pejuang. Pada dasarnya kamu tidak senang lapar. Secara alamiah, sebenarnya kamu menyenangi kenyang, makan, dan minum. Tapi, kamu tidak diperkenankan menikmatinya dari subuh hingga maghrib”. 

“Karena apa? Pertama, karena dalam hidup ini ada yang lebih sejati sebagai nilai dibanding senang dan tidak senang. Yaitu, baik dan harus atau wajib. Kamu melakukan sesuatu tidak terutama karena kamu senang, tapi karena hal itu baik, sehingga wajib untuk dilakukan. Jadi, kedewasaaan dan kematangan kepribadian dalam Islam adalah kesanggupan untuk menjalani hidup tidak terutama berdasarkan senang atau tidak senang, tetapi berdasarkan baik atau tidak baik, wajib atau tidak wajib. Kedua, karena kamu adalah khalifatullah, maka yang dibutuhkan darimu adalah daya juang untuk sesama manusia. Apakah kamu senang membagi-bagikan uang hasil kerjamu? Apakah kamu senang menolong orang lain yang menderita dan memerlukan pengorbananmu? Apakah kamu senang membela orang-orang yang tertindas?”

“Kalau kesiapanmu hanyalah menuruti kesenangan, maka kewajiban-kewajiban sosial semacam itu akan minim untuk bisa kamu lakukan, sehingga di mata Allah derajatmu tidak tinggi. Sebab, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. 
Maka, itulah manfaat puasa. Melatihmu untuk menjadi manusia yang mampu menakhlukkan kesenangannya. Mampu minum jamu yang tidak enak. Mampu lapar dan haus. Mampu mengorbankan kesenangannya demi kewajiban dari Allah dan kebaikan bagi sesama. Syukur kalau mampu kamu memproses batinmu sedemikian rupa, sehingga kesenangan dan kewajiban atau kebaikan bisa menyatu”.(Dikutip dari buku Tuhan pun Berpuasa bab ‘Puasa dan Kesenangan’) 

Sia-sialah orang yang berpuasa jika hanya menahan haus dan lapar tanpa ketulusan dan keikhlasan, karena puasa harus tulus dan ikhlas dari hatimu. Maka setiap melakukan ibadah niatkanlah dengan bacaan niat beribadah. Shaum itu tidak hanya mengosongkan perut, tapi juga membuat hati kita lebih bersih, luang serta lapang. Dan menampung segala limpahan karunia Allah di bulan Ramadhan yang mulia ini.

Jepara, 30 Mei 2018.