blank

Pada kesempatan Gambang Syafaat edisi bulan Agustus kali ini berbeda dengan edisi sebelumnya. Panggung yang biasa digunakan untuk acara kali ini agak maju ke depan. Karena Masjid Baiturrahman sedang melakukan renovasi secara menyuluruh. Jadi para penggiat melangsungkan acara Gambang Syafaat pas dibawah tiang bendera.

Meski menggunakan tempat tersebut, tidak menjadi masalah ataupun halangan bagi jamaah. Semua tetap bekerja sama dan nyengkuyung selama berlangsungnya acara Gambang Syafaat malam itu. Sore itu para penggiat datang silih berganti, mereka semua begitu tiba dilokasi langsung menempatkan posisinya masing-masing untuk membantu para penggiat yang sudah datang lebih dahulu. Sebelum Magrib terop sudah bendiri lalu terop untuk merchandise juga mulai dipasang. Sebagian memasang kabel, lampu dan peralatan sound systemnya.

Menjelang Magrib kelompok musik Wakijo Lan Sedulur sudah datang, lalu mempersiapkan alat musik mereka untuk ditata di depan back drop. Malam itu para jamaah yang sudah datang juga turut membantu para penggiat mengambil karpet untuk ditata di bawah terop. Sekitar pukul 19:00 lebih, sound system, peralatan musik Wakijo Lan Sedulur dan karpet pun sudah tertata dengan rapi, kemudian crew sound system melakukan check sound. Sembari mendengarkan check sound, para penggiat dan jamaah menikmati seduhan kopi mereka sambil melengkapi peralatan yang belum terpasang.

Tak lama acara Gambang Syafaat edisi Agustus dengan judul “Neosabhaparwa” dimulai. Tampil Mas Yukla dari Jepara memberikan sodaqohnya dengan nderes ayat tadarus Al-Qur’an surat Annaba’ juz 30, dilanjut dengan Dzikir dan Munajat Maiyah dipimpin Kang Jion, Kang Hajir dan Galih. Sebagai wujud cinta kami kepada negara Indonesia yang baru saja merayakan kemerdekaan RI ke-73, Kang Dur meminta kami bersama-sama melantunkan lagu Indonesia Raya. Dan sebelum ke sesi prolog, Mas Yanto dari Maiyah Kalijagan tampil membawakan puisi karyanya sendiri. Mas Yanto dalam membawakan puisi tidak seperti Cak Nugroho yang tampil dengan pakai bahasa yang lantang atau teriakan, Mas Yanto dalam membawakan puisinya mirip orang menyanyikan lagu, tapi sedang berpuisi.

Di sesi awal Mas Yunan turut bergabung dengan menjabarkan tema malam itu. Tema “NEOSABHAPARWA” digagas oleh Gus Aniq, Kang Muhajir, Mas Yunan. Lalu Mas Monty yang membuat posternya. Mereka secara bergantian membahas tema.

Dari dahulu Gambang Syafaat tidak mengacu kepada sosok figur atau narasumber yang akan hadir setiap acara berlangsung. Di Maiyah para penggiat tidak merasa dirinya lebih pintar atau pun ahli, boleh saja yang hadir mengutarakan pendapatnya untuk ikut bergabung di panggung. Para penggiat juga mengajak para jamaah Maiyah untuk merawat forum-forum Maiyahan secara bersama sampai kapanpun. Forum Maiyahan sudah jelas terbuka bagi siapapun. Maiyah adalah ruang yang sangat besar untuk menampung siapapun, bisa dimasuki dari segala sisi.

Di Maiyah kita saling memberi rasa aman bagi satu sama lainnya. Setiap orang yang hadir boleh menyampailan apa saja di forum Maiyahan yang mereka hadiri, asalkan yang disampaikan dapat dipertanggung jawabkan. Format Maiyahan adalah format Sinau bareng, dan yang disampaikan di forum Maiyahan bukan di klaim satu-satunya kebenaran yang mutlak, akan tetapi menikmati proses mencari kebenaran yang sejati. Para narasumber, penggiat dan jamaah saling mengelaborasi setiap pendapat satu dengan yang lainnya, bahkan setiap wakil dari Simpul Maiyah diberi ruang untuk menceritakan tentang latar belakang Simpul Maiyahnya sendiri-sendiri. Saya sendiri menganggap semua yang ada di panggung atau pun yang berhadapan dengan saya adalah guru bagi saya.

Kehadiran seorang narasumber seperti Mbah Nun, Mas Sabrang, Habib Anis, Pak Eko Tunas, Pak Saratri, Pak Ilyas, Pak Budi Maryono, belum lagi Gus Aniq, Mas Agus dan yang lainnya adalah rezeki yang besar bagi para penggiat dan jamaah Maiyah di Gambang Syafaat. Namun, di sisi lain sebagai penggiat adalah tanggung jawab yang besar saat kehadiran narasumber. Selain kita memberikan kenyamanan dan keamanan kepada narasumber, kita juga mengerahkan seluruh tenaga kita saat forum Gambang Syafaat berlangsung hingga selesai. Tentu rasa lelah akan menjadi kegembiraan kalau kita ikhlas melakukan semuanya tadi.

Memang kita selalu mendapat kegembiraan saat mengikuti Maiyahan. Yang memberi kegembiraan di Gambang Syafaat tidak hanya para narasumber saja, namun seperti kelompok musik, grup rebana ataupun grup hadroh. Di Gambang Syafaat yang selalu hadir adalah kelompok musik Wakijo Lan Sedulur, karena memang mereka semua lahir di forum Gambang Syafaat, mereka tampil membersamai dengan satu lagu sholawat dan lagu karyanya sendiri. Bahkan saat mereka ditawari agar ngehits di televisi-televisi selalu menolak. Wakijo Lan Sedulur memang kelompok musik yang sederhana, lirik didalam lagunya juga enak untuk didengarkan. Dan akhir-akhir ini mereka nyambangi Simpul-simpul Maiyah Kenduri Cinta, Padhangmbulan, BangbangWetan. Dan rencana besok pada tanggal 17 September 2018 akan nyambangi Mocopat Syafaat.

Tidak hanya kelompok Musik Wakijo Lan Sedulur saja yang tampil di Gambang Syafaat, kemarin Gambang Syafaat edisi Agustus juga kehadiran kelompok musik dari Kudus yang terdiri dari 2 orang laki-laki dan perempuan. Yang perempuan bernama Mbak Urva dan yang laki-laki malam itu tidak memperkenalkan diri sehingga namanya pun saya tidak tahu. Mbak Urva dan temannya malam itu tampil dengan apik, dua lagu diawal yaitu Indonesia Tanah Air Beta dan Indonesia Pusaka yang diiringi dengan puisi karya WS. Rendra, cukup menggembirakan suasana Gambang Syafaat malam itu. Ada juga grup rebana Nurul Asatidz dari UPGRIS Semarang, kadang mereka juga hadir di Gambang Syafaat, penampilan mereka juga tidak kalah dengan grup-grup rebana lainnya, perpaduan gamelan dan alat musik lainnnya sudah cukup menggemberikan dan menyegarkan saat Gambang Syafaat berlangsung.

Selain kelompok musik, Gambang Syafaat selalu melahirkan penyair puisi seperti Cak Nugroho, Mas Yanto dari Kalijagan, Bang Jun dan Mas Aan dari SEMAK. Mereka memiliki gaya bahasa sendiri saat tampil. Mereka tampil juga sederhana, bahkan karya-karya puisinya pun kadang secara mendadak mereka buat, dan hal itu juga menjadi masalah bagi mereka, bahkan hal tersebut menjadikan mereka sebagai tahap belajar bersama dengan jamaah Maiyah. Para penggiat juga memberi ruang bagi siapapun untuk memberi kegembiraan saat acara berlangsung, siapapun boleh tampil menunjukkan keahliannya, karena kegembiraan saat Sinau Bareng adalah termasuk dimensi di Maiyah.

Jepara, 12 September 2018