blank

Majelis Masyarakat Maiyah Gambang Syafaat edisi 25 September 2018 kali ini mengangkat tema “Jagat Semar”. Istilah “Jagat Semar” ini diambil dari buku karya Mbah Nun dan yang berjudul “Arus Bawah”. Pada kesempatan kali ini Gambang Syafaat kembali kebagian rezeki yang besar. Selain kita kedatangan banyak narasumber seperti Habib Anis, Pak Eko Tunas, Pak Bambang Iss Wirya, Pak Ilyas, Pak Budi Maryono, Gus Aniq, kita juga kedatangan lagi vokalis grup band Letto yaitu Mas Sabrang. Ada juga Cak Samsul penggiat Maiyah Ambengan Lampung malam itu juga datang di Gambang Syafaat, namun karena sedang sakit, beliau tidak bisa membersamai di atas panggung.

Sebelum melanjutkan ke pembahasan tema, saya sedikit bercerita sebelum acara Gambang Syafaat berlangsung. Saat itu tenda untuk acara sudah berdiri sejak siang sekitar pukul 14:00 WIB. Di sekitaran pelataran Masjid Baiturrahman masih banyak para tukang melakukan aktivitas kerja, mereka merenovasi Masjid Baiturrahman sejak dua bulan terakhir ini. Namun, hal tersebut tidak menjadi masalah ataupun halangan. Semua tetap bekerja sama dan nyengkuyung untuk berlangsungnya acara Gambang Syafaat malam itu.

Sore itu para penggiat datang silih berganti, mereka semua begitu tiba di lokasi langsung menempatkan posisinya masing-masing untuk membantu para penggiat yang sudah datang lebih dahulu. Sebelum Magrib kita saling membantu mengambil karpet dan membersihkan tempat yang biasanya digunakan acara Gambang Syafaat. Karena saat itu tempat yang akan digunakan kembali ke tempat semula penuh material bangunan, jadi kita saling bekerja sama memindahkan material-material tadi ke tempat yang yang disediakan Pak Tukang. Dan ketika azan Magrib berkumandang sebagian penggiat yang baru datang mempersiapkan merchandise dan sebagian memasang kabel, lampu dan peralatan sound systemnya.

Foto: Dok. GS | Lokasi : Masjid Baiturrahman, Simpanglima, Semarang

Menjelang Magrib kelompok musik Wakijo Lan Sedulur sudah datang, lalu mempersiapkan alat musik mereka untuk ditata di depan geber. Malam itu para jamaah yang sudah datang juga turut membantu para penggiat mengambil karpet untuk ditata di bawah terop. Setelah pukul 19:00 WIB lebih, sound system, peralatan musik Wakijo Lan sedulur dan karpet pun sudah tertata dengan rapi, kemudian kru sound system melakukan check sound. Sembari mendengarkan check sound, para penggiat dan jamaah menikmati seduhan kopi mereka sambil melengkapi peralatan yang belum terpasang.

Tampak di depan panggung sebelah kiri para penggiat menata dan menyiapkan merchandise Gambang Syafaat yang berupa kaos, buku, peci dan kopi. Di sebelah kanan penggiat lain juga memasang layar lebar untuk para jamaah dan hadirin. Para penjaja minuman dan makanan khas Gambang Syafaat juga sudah menempatkan di belakang dekat pagar. Sekitar kurang lebih pukul 20:00 WIB acara Gambang Syafaat edisi Agustus dengan tema “Jagat Semar” dimulai. Tampil Mas Muhammad Muslim dari Demak memberikan sodaqohnya dengan nderes ayat tadarus Al-Quran surat Annaba’ juz 30, dilanjut dengan zikir dan Munajat Maiyah dipimpin oleh Om Mujiono dan Galih.

Kemudian setelah Gus Aniq, para jamaah Maiyah dan hadirin diberi ruang pertanyaan. Pertama muncul 3 orang penannya dari Demak dan Kudus. Dari tiga orang yang bertanya itu akan direspon oleh para narasumber. Sebelum narasumber dipersilahkan hadir, malam itu hadir Mbak Urva dari Kudus berkolaborasi dengan Wakijo Lan Sedulur membawakan lagunya Letto “Sebelum Cahaya” menghangatkan suasana Gambang Syafaat. Kemudian Mas Sabrang, Habib Anis, Pak Ilyas dan Pak Bambang juga Pak Budi Maryono hadir dihadapan para jamaah dan hadirin.

Foto: Dok. GS | Lokasi : Masjid Baiturrahman, Simpanglima, Semarang

Mengenai jagad Semar, Mas Sabrang menambahkan Semar itu sering bertugas menemani para satria. Semar itu tiga bersaudara, ada Semar, Batara guru dan Togog. Semar adalah Punakawan yang mengajari tentang ilmu akal bukan logika. Paling enak itu jadi Semar, tidak harus bergaya-gaya, tapi berbuat sebisanya. Mas Sabrang mengakui bahwa dirinya tidak terlalu paham tentang sejarah Punakawan. Lalu Pak Ilyas memahami bahwa tidak ada batara guru yang akan berani melawan Semar. Semar itu puncaknya dewa: bisa dan rakyat jelata. Kalau kita ingin jadi Semar, kalau ingin menelan dunia telanlah, tapi juga mampu menampung itu semua. Kalau kita ingin mengikuti jejaknya Semar maka harus bisa menerima mana yang baik dan mana yang buruk. Semar mampu menasehati para kesatria, berbeda dengan Togog yang mampu menasehati seperti ngalengko meski tidak digugu.

Menurut Pak Ilyas siapapun yang diingatkan oleh Semar pasti akan menuruti apa yang dikatakan oleh Semar. Setiap pemimpin itu harus satria pinanditho sinisihan wahyu. Jadilah satria dulu, tidak mungkin magrib itu tidak jujur, tidak mungkin satria itu mencuri, tidak mungkin menyakiti hati rakyat dan satia tidak mungkin tidak suci. Pinandhito adalah orang yang sudah tidak lagi memikirkan dunia dan tidak memiliki kepentingan politik. Sinisihan wahyu artinya ia dibimbing, dikawal dan didampingi oleh Allah terus-menerus, sehingga saat mengambil keputusan apapun itu, selalu dinaungi hidayah Allah. Pak Ilyas menegaskan, manusia itu mempunyai kemungkian bisa senang dan bisa sedih. Seringnya kita dekat dengan Tuhan saat punya kepentingan yang besar, maka teruslah selalu punya kepentingan besar agar selalu dekat dengan Tuhan. Nikmatilah kemesraan dengan Tuhan saat melakukan ibadah.

Dari pemaparan Pak Ikyas, Mas Sabrang merespon saat Mbah Nun bercerita mengajak kita untuk berorientasi kepada akhirat, jangan kepada dunia. Mas Sabrang menegaskan, kalau itu adalah aspek bukan pilihan, kamu melakukan apa saja di dunia ini ada hubungannya dengan akhirat, tinggal bagaimana kita menghubungkannya saja. Bahkan hal-hal yang kita anggap negatif ada aspek akhiratnya. Tidak ada didunia ini yang tidak mengandung aspek akhirat, tinggal kita menyadari hal-hal tersebut. Kemudian microphone diserahkan kepada Habib Anis oleh Mas Sabrang. Habib Anis menambahkan bahwa dunia dan akhirat itu garis lurus tidak bisa dipenggal-penggal, sama halnya jasmani dan rohani itu satu kesatuan. Dalam mengejar ilmu itu jangan hanya setengah-setengah, karena ilmu itu nonsense. Kemanapun anda mengejar ilmu itu tidak ada batasannya. Dan watak manusia itu ingin mengetahui semuanya.

Foto: Dok. GS | Lokasi : Masjid Baiturrahman, Simpanglima, Semarang

Habib Anis menegaskan, dalam teori ilmu itu tidak bisa dibantah. Mencari dan mengejar ilmu pengetahuan hanya untuk ketenangan, untuk itu juga Agama. Manusia itu mencari ilmu hanya untuk ketenangan diri. Ada pengetahuan ketika Nabi Muhammad hijrah ke Shidrotul Muntaha, saat itu ilmu yang didapat oleh beliau adalah ilmu yang terakhir dari Malaikat Jibril, karena Malaikat Jibril adalah Malaikat ilmu. Sejauh-jauh anda mencari ilmu sifatnya hanya untuk ketenangan. Pengetahuan ilmu tertinggi bahwa anda tidak menyadari ilmu itu dan puncak kesadarannya adalah mengerti Allah. Kemudian Habib Anis menceritakan tentang Semar, Semar itu menelan dunia, semua masalah dunia itu Semar menguasainya. Identifikasinya Semar itu hidup di antara rakyat, saat ini banyak orang yang menyamar menjadi Semar. Ada Semar palsu dipuja-puja orang dan Semar yang asli dihina-hina orang.

Habis Anis kembali menegaskan, bahwa ibadah yang kita persembahkan kepada Allah itu harus murni keikhlasan dalam kekhusyukan hati kita. Rasakanlah kemesraan dengan Allah saat beribadah. Begitu juga dengan akhlak dalam beribadah, meskipun senang tetap ditegakkan, meskipun tidak senang juga harus ditegakkan. Peradaban sekarang itu peradaban buih, peradaban yang tidak punya hakikat, hanya pencitaraan-pencintraan. Citra-pencitraan adalah buih-buih nafsu, maka hanya bisa digelembungkan dalam bentuk istiqomah dengan jalan yang benar. Citra itu ketika anda memakai baju meniru gaya orang lain itu adalah citra. Lalu Pak Budi Maryono menanggapi sebuah pengandaian-pengandaian, orang ikhlas adalah hal-hal yang diingat-ingat kemudian dilupakan itu baru dinamakan ikhlas. Ikhlas itu ujiannya tidak hanya sekali, namun berkali-kali. Hari ini, besok dan seterusnya pasti akan ada ujiannya sampai kita mati sekalipun. Pak Budi mengingatkan, dalam ibadah mahdoh kita sering ingat pada perintah-Nya, tapi lupa yang memerintah-Nya. Semua relasi antara dengan Tuhan, teman, orang tua, dosen dll, itu ada ujiannya. Ketika malas beribadah, di saat itulah saatnya kita giat. Malas ibadah itu musyrik karena menuhankan keinginan dirinya sendiri.

Untuk menggembirakan suasana Gambang Syafaat menjelang berganti hari, Cak Nugroho tampil membawakan puisi “ora blas puisi” dengan gaya khasnya selalu menggembirakan para jamaah dan hadirin. Kemudian Mas Sabrang tampil sebagai vokalis Letto dengan membawakan dua nomer “Ruang Rindu” dan “Sandaran Hati”. Dan Kelompok musik Wakijo Lan Sedulur juga kembali membawakan lagu “Kidung Puspowening”. Waktu menunjukan pukul kurang dari 03:00 WIB acara Gambang Syafaat dipungkasi dengan doa oleh Gus Aniq, lalu dilanjut bersalaman. (Galih Indra Pratama)