blank
Foto: Labeb Vuadi (Dok. GS) | Lokasi: Komp. Masjid Baiturrahman, Simpanglima, Semarang

Simpul Maiyah Gambang Syafaat (GS) edisi Mei bertepatan dengan hari ke 9 Bulan Ramadhan di tahun ini. Dengan mengambil tema “Ruang Tumbuh”, jamaah Maiyah dari berbagai tempat berkumpul menyatukan rasa di pelataran Masjid Baiturrahman Simpang Lima. Pukul 21.00 wib, jamaah sudah memadati pelataran masjid. Seperti bulan Ramadhan tahun kemarin, pada GS bulan Ramadhan ini dihadiri oleh Cak Nun. Dengan mengenakan pakaian berwarna hitam, Cak Nun menyapa jamaah lebih awal dari biasanya. Cak Nun memohon ijin bahwa harus berpamitan lebih awal karena pukul 00.00 WIB sudah harus kembali ke Jogja karena esok harus melanjutkan perjalanan ke Bogor.

Di antara padatnya jadwal Cak Nun, beliau tak pernah lelah untuk berbagi kisah dan menyebar cinta kepada anak-cucunya yang selalu giat belajar, baik yang datang langsung ke kegiatan Maiyah maupun yang menyaksikan video beliau melalui media daring. Hal itulah yang membuat banyak jamaah penasaran, apakah Cak Nun ini tidak merasa lelah? Mungkin pertanyaan itu terwakili oleh salah satu penanya di GS malam ini, Cak Nun memberikan tanggapan, “Jika Anda mendapatkan suatu inspirasi dari saya, namun saya banyak mendapatkan pelajaran dan banyak belajar dari Anda (jamaah Maiyah)”. Itulah alasan yang membuat Cak Nun selalu menebar cintanya kepada kita semua, tanpa lelah.

Pak Eko Tunas, Pak Illyas, Cak Nun, Gus Aniq, Pak Saratri, dan Kang Ali Fatkhan duduk secara berurutan, menemani jamaah untuk berbagi ilmu, kisah, dan pengalaman. Perihal “takwa”, Cak Nun mengatakan bahwa takwa merupakan kunci untuk mengenal Allah. Dengan takwa kita menjadi waspada. Di Maiyah, salah satunya adalah kita belajar untuk dzikir (mengingat Allah). Dzikir ini adalah kuncinya ilmu, dan di Maiyah ini kita belajar untuk Dzikir Aqliyah pun beserta Dzikir Ruhiyyah. Berangkat dari pintu Allah, yakni gerbang ilmu dan akal.

Begitupun dalam hal “puasa”, Cak Nun mengatakan bahwa puasa adalah riyadhoh (mengosongkan diri dan dalam jiwamu hanya ada Allah), dan berpuasa itu tidak hanya pada bulan Ramadhan. Kepada jamaah Cak Nun mengatakan, “Laku puasamu dalam hidup, adalah melakukan hal yang tidak kamu sukai namun pada tataran hal kebaikan. Juga segala yang sifatnya menahan diri adalah puasa. Semakin Anda mengendalikan diri, semakin Allah mengisinya.” Cak Nun juga menceritakan kisah masa kecilnya yang juga sudah terbiasa dengan riyadhoh dan berpuasa.

Kemudian pertanyaan datang dari seseorang bernama Risa Islami, asal Jepara. Dia menanyakan perihal apakah Cak Nun ini memiliki ilmu laduni? Cak Nun merespon bahwa tiada manusia yang memiliki ilmu laduni, yang ada hanyalah manusia yang terpancari (kecipratan) oleh mulladunni. Jawaban Cak Nun menceritakan bahwa apabila ketika mendapatkan pertanyaan dan tidak tahu tentang jawabannya, Cak Nun selalu meminta jawabannya kepada Allah dan yang menjadi kuncinya adalah menyucikan diri kita, maka Allah akan mengisi batin kita (sohibul baiti). Cak Nun juga menuturkan bahwa ada yang bilang dirinya dijagokan maju menjadi presiden. Hal demikian ditepis oleh Cak Nun. Beliau menjawab dengan mengambil kisah Nabi Musa AS. Bahwasannya Nabi Musa diutus Allah menjadi Nabi bukan untuk menggantikan tahta kerajaannya Fir’aun, tetapi Nabi Musa menyampaikan risalah kebenaran kepada Fir’aun. Nabi Musa pun tidak pernah meminta untuk menjadi raja.

Pertanyaan mengalir dari para Jamaah. Pertanyaannya pun beragam, tidak melulu terkait dengan tema. Salah satu pertanyaan menarik dari seorang laki-laki yang bercerita bahwa istrinya sedang hamil. Dia pun meminta Cak Nun untuk memberi tips tentang bagaimana mendidik anak sedari dalam kandungan. Cak Nun pun memberikan tips yakni kamu harus elus-elus perut istrimu dan mendoakan calon anakmu serta kamu juga berharap/bercita-cita, ingin seperti apa anakmu kelak. Dengan demikian anakmu terdidik oleh aura dan energi yang kamu tularkan. Cak Nun juga bercerita bahwa, “Hampir setiap saat saya mendapat permintaan untuk mencarikan nama kepada anak yang baru lahir. Dan terkadang saya menjawabnya tidak langsung, kadang saya menjawab dua jam atau tiga jam setelah mendapat permintaan nama itu, bahkan pernah dua sampai tiga hari, saya baru menjawabnya (memberikan nama anak). Dan nama yang saya berikan adalah nama yang belum pernah dikasihkan ke orang lain”.

Manusia: Pendobrak, Pencetus, Pendiri, dan Perawat

Selanjutnya Cak Nun merespon tentang adanya pernyataan bahwa, “Jika tidak ada oksigen dan hidrogen, maka tidak akan ada kehidupan di muka bumi ini”. Kemudian Cak Nun menjelaskan tentang keMahabesaran Allah bahwa bisa saja Allah menciptakan makhluk yang bisa hidup tanpa oksigen dan hidrogen. Bisa pula menciptakan makhluk yang akan mati bila bersentuhan dengan oksigen dan hidrogen. Cak Nun juga menjelaskan bahwa, “Ada sesuatu yang kita nikmati terhadap sesuatu yang kita tidak tahu.” Juga Cak Nun mengatakan, “Kita menemukan Allah melalui sifat-sifatNya. Yakni salah satu yang bisa kita lakukan adalah “mensyahadati sifat-sifatNya”. Biasanya kita bersyahadat seperti biasa, “Asyhadualla Illahaillallah wa asyhadu anna Muhammadar Rasulullah”. Coba dalam setiap Asmaul Husna kita syahadatkan. Dengan demikian, kita bisa mengenal lebih dekat sifat-sifat Allah.

Pertanyaan selanjutnya datang dari seorang laki-laki yang tidak sempat memperkenalkan diri. Ia menanyakan terkait sebuah pernyataan yakni “Jika kamu ingin sukses, keluarlah dari zona nyamanmu. Tetapi kemudian ada yang mengatakan ‘carilah kenyamanan pada dirimu’, kemudian apa yang harus saya lakukan?” Laki-laki itu juga menceritakan ketidakbetahannya ketika bekerja di kantor. Cak Nun langsung merespon bahwa, “Zona aman atau nyaman bagi pekerjaan itu berbeda dengan pekerjaan lain. Jika kamu ingin keluar dari zona itu, coba kamu bayangkan apa yang akan kamu kerjakan/lakukan setelah keluar dari pekerjaanmu yang sekarang”. Cak Nun memberi contoh, “Seumpama kamu membayangkan kamu akan menjadi juragan warung bebek. Kamu harus pelajari semuanya, mulai dari perhitungan, kesehatan bebeknya, cara pengolahannya, dan lain-lain. Harus tahu apa yang ingin kamu lakukan”.

Mengenai manusia, Cak Nun memberikan gambaran bahwa dalam suatu komunitas, secara garis besar terdapat empat karakter ini. Pertama yaitu pendobrak, kedua pencetus, ketiga pendiri, keempat adalah perawat. Pendobrak adalah orang yang biasanya punya inovasi, kreativitas, dan anti kemapanan. Namun dia bisa jadi tidak bisa memainkan peran menjadi “pencetus”. Pencetus pun sama, bisa jadi dia tidak bisa menjadi seorang “pendiri”. Sedangkan perawat adalah orang yang memiliki karakter “merawat yang sudah ada”. Jadi diantara keempat karakter tadi, zona nyamannya berbeda-beda. Hidup itu komposisi seperti pohon. Ada yang bertugas menjadi akar, batang, ranting, daun, buah, dan bunga. Juga jangan memaksakan kehendak kepada yang lain (yang berbeda) untuk melaksanakan tugas yang lain. Ibarat mata kita jangan diberikan tugas sebagai hidung, telinga kita juga jangan diberikan tugas sebagai mulut. Semua komponen itu penting. “jadi pelajari zona amanmu”, tutur Cak Nun.

Manusia Prabot dan Manusia Ruang

Kemudian giliran pertama untuk memegang mikrofon adalah Pak Eko Tunas. Pak Eko Tunas mengatakan, “Dalam kesenian itu detail. Bahwa kesenian itu sama dengan kehidupan. Dalam kehidupan ada detail-detail yang harus kita pelajari. Karena hidup ini harus menggunakan rasa, karena didalam rasa ada Allah SWT. Hidup ini sebenarnya adalah koma (,), belum sampai titik (.). Jadi koma, koma, koma, dan koma, sampai nanti titik. Begitupun perjalanan Cak Nun saat ini telah melewati banyaknya koma”. Sebagai seorang sahabat dekat Cak Nun, Pak Eko Tunas menceritakan banyak pengalamannya ketika bersama Cak Nun dimasa mudanya. Pak Eko Tunas mengatakan, “Jangan melihat Cak Nun yang sekarang, lihatlah bagaimana proses dan banyaknya koma yang telah dia lalui”.

Cak Nun mengatakan bahwa sejak tujuh abad yang lalu, dunia sudah banyak mengalami kepalsuan. Lanjut Cak Nun, “Karena kita terpojok oleh kepalsuan, hingga kita tidak bisa mundur lagi. Maka yang cuma bisa kita lakukan adalah melangkah kedepan. Yaitu dengan hubungan sosial baru, dan itu semua karena Allah. Jadi dengan Maiyah, Indonesia diperbaiki begitu juga dunia. Karena Allah yang punya, dan Allah yang mengatur. Maiyah adalah jawaban untuk peradaban dunia”.

Cak Nun menambahkan, “Sekarang manusia sudah puas dengan pencapaian sebagai insinyur, dan lain-lain. Padahal hidup itu kita dikehendaki Allah untuk menjadi ‘manusia’. Kita akan menjadi yang mana, Manusia Prabot atau Manusia Ruang. Manusia Prabot ialah manusia yang selalu cemas untuk mencari materi. Sedangkan Manusia Ruang ialah manusia yang selalu membuka ruang bagi siapapun”. Lanjut Cak Nun, “Ada tiga macam manusia yaitu pertama Mulkan Nabiyya yaitu Nabi yang diutus untuk menjadi raja. Kedua, Nabi yang menjadi rakyat biasa, contohnya Nabi Muhammad. Kemudian yang ketiga adala Abdan Nabiyya, yakni manusia hamba yang mengabdi. Allah menyuruh kita untuk menjadi abdi/hamba, karena Allah telah memberikan banyak nikmat kepada kita semua”.

Pukul 00.40 Cak Nun izin pamit dan mengamanahi Pak Eko Tunas, Pak Illyas, Pak Saratri, dan lainnya untuk melanjutkan Maiyah malam ini. Sebelum itu, Mas Wakijo dan kawan-kawan membawakan satu lagu untuk menghibur jamaah.

Selanjutnya Pak Illyas membawa Jamaah untuk kembali mengarungi lautan cinta. Pak Illyas melanjutkan pembahasan puasa tadi, bahwa sebenarnya kita harus melawan ego kita. Pak Illyas mengatakan, “Jika kamu tidak suka pecel, maka kamu harus makan pecel untuk menundukkan ego/nafsu mu”. Untuk mencoba-hal-hal yang kita tidak sukai, melepaskan diri kita dari ego kita. Selanjutnya Pak Saratri mengatakan, “Puasa mengajarkan kita bahwa hidup kita tidak ditentukan selera, tetapi kebutuhan yang real bagi kita. Hidup itu harus senantiasa online dengan Allah”.

Kemudian yang terakhir adalah pembahasan dari Gus Aniq. Gus Aniq menjelaskan tentang makna surat Al-‘Asr. Ia mengatakan bahwa Al-‘Asr dapat diartikan dengan perasan anggur. Jika kita mendapatkan sari anggurnya, maka kita adalah orang yang beruntung. Tetapi jika kita mendapatkan ampasnya, kita adalah orang-orang yang merugi. Yang dimaksud perasan disini adalah berlatih terus menerus. Manusia harus punya unsur ini, yakni memeras (melatih) diri sendiri untuk mempersembahkan yang baik (wa’amilu sholihah).

Lanjut Gus Aniq mengatakan, “Manusia adalah ciptaan Allah yang paling akhir dan paling rumit. Karena manusia dibekali otak dan akal serta hati juga hawa nafsu. Sedangkan hewan dibekali otak, namun tidak memiliki akal. Tapi sesungguhnya hewan dan pohon-pohon adalah sedulur tuwa manusia. Manusia pun dititipi oleh Allah asma-asmaNya, yakni manusia bisa memaknai itu semua. Sehingga manusia disebut sebagai jagad cilik (mikro kosmos) yang merupakan representasi dari jagad gede (makro kosmos)”. Gus Aniq juga memaparkan penjelasan yang berbeda terkait ayat Alquran, surah Ar-Ra’d ayat 11 yang berbunyi …inna allaaha laa yughayyiru maa biqawmin hattaa yughayyiruu maa bi-anfusihim… yang artinya …Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS. Ar Ra’d: 11).

Gus Aniq memberikan interpretasi lain terkait ayat tersebut. Selama ini kita mengartikan ayat tersebut demikian. Namun Gus Aniq menjelaskan bahwa sesungguhnya keadaan dan segala ciptaan Allah semuanya sudah sempurna dan seimbang. Lautan dengan segala potensinya, ikan-ikan didalamnya, kemudian daratan dengan berbagai macam kekayaan yang ada di gunung, dan lain-lain semuanya sudah seimbang dan sempurnya. Kemudian manusialah yang telah merubah keadaan alam tersebut, yang kemudian merusaknya. Maka keseimbangan alam pun terganggu.

Kita harus belajar dari segala yang telah Allah ciptakan, seperti kita bisa belajar dari langit yang memiliki sifat sebagai peneduh dan pengayom. Kita bisa belajar dari bumi yang memiliki sifat penampung nan ikhlas. Kita membuang apa saja, menginjak-injaknya, bumi tidak pernah marah. Kita juga harus belajar dari bintang yang memiliki fungi sebagai penghias dan memperindah dunia. Kita juga bisa belajar dari angin yang tidak pernah memilih kemana dia akan berhembus. Manusia harus mempelajari apa yang ada disekitarnya. Gus Aniq menambahkan apa yang telah disampaikan oleh Cak Nun, bahwa manusia juga merupakan Abdan Abdiyya yakni sebagai hamba yang benar-benar menghamba.

Jam sudah menunjukkan pukul 02.00 wib, menandakan hari sudah berganti dan sebelum forum GS bulan ini ditutup dengan Shohibul Baiti seperti apa yang Cak Nun amanahkan, Pak Nugroho membacakan puisinya yang khas, Ora Blas Puisi serta satu lagu Sholawat Adrikni yang dibawakan oleh Mas Wakijo dan Kawan-kawan. Semoga Maiyah kali ini memberikan keberkahan bagi kita, dan cinta yang makin merekah di bulan nan suci ini. (Maulana Malik Ibrahim/Redaksi)