blank

Maiyahan kembali dihelat di emper Masjid Baiturrahman Simpanglima, Semarang. Selang beberapa hari setelah Penggiat Gambang Syafaat menjamu perwakilan simpul maiyah se-Jateng-Jogja berikut koordinator pusat. Seolah tak kenal lelah, para manusia yang saling akrab berkat wasilah Mbah Nun itu terus bergerak merawat kebun-kebun maiyah. Ketika sebagian penggiat juga menemani simpul-simpul di kota-kota lain di Pantura, konsentrasi pada Gambang Syafaat tetap tak terpecah.

Mas Jion memancing perhatian jamaah dengan kalimat “tiap maiyahan selalu dirawuhi simbah walau beliau tidak hadir. Ini mengingat Gambang Syafaat yang saat ini didatangi ratusan jamaah juga pernah pada fase di mana yang hadir hanya puluhan manusia saja. Kalimat ini sekaligus menegaskan bahwa motivasi jamaah maiyah hadir bukanlah karena kehadiran Mbah Nun atau pembicara lain, melainkan murni rindu dan cinta pada Gusti Allah dan Kanjeng Nabi.

Rumus menilai informasi ala maiyah yaitu sudut, jarak, dan cara pandang kemudian disinggung singkat oleh Mas Jion. Dilanjut Mas Nasir dengan ajakan untuk saling meng-aman-kan nyawa, martabat, dan harta sesama manusia. Inilah salim dan salam yang kehadirannya saling melengkapi dan hukumnya wajib dijawab. Kemudian Mas Wakijo dan sedulur menghangatkan suasana yang mulai syahdu disapa gerimis. Ajakan duet Mas Wakijo disambut Jamaah Maiyah dari Karangawen, Mas Agus, yang bawakan lagu dari Sujiwo Tejo. Partisipasi jamaah seperti itulah tanda tidak adanya sekat di Gambang Syafaat.

Lalu Gus Aniq memulai pembahasan mukadimah dengan pertanyaan “kenapa hanya karena #save bsa bikin mriang?” Tanda begitu bodohnya manusia? Inilah wujud ketidakjelasan demi ketidakjelasan.Talbis. Benar dikesankan salah, salah dipuji benar. Mbulet. Padahal masyarakat punya norma yang berasal dari pertimbangan rasa.

Rasa termasuk dalam tiga modal memaknai realitas selain pandangan fisik dan pendengaran. Konsekuensinya adalah ketika kita yakin satu kebenaran, kita harus terbuka pada kebenaran lain. Jangan berhenti pada satu tahap kebenaran. Hal itu perlu dilakukan sebab fenomena saat ini adalah perulangan zaman dulu. Sejarah berulang dan berlanjut. Cakra manggilingan.

Menanggapi geger fiksi menurut ahli filsafat, Gus Aniq menyebut bahwa filsafat Barat berangkat dari keraguan, sedangkan Islam dari kepastian. Renaisans muncul karena Descartes mengutip Kitab Al Ghazali tentang ragu adalah pembuka kebenaran. Uniknya, ada bagian dalam Quran yang diawali dan diakhiri keraguan yaitu “yuwasfisufi”. Tentu saja ini hanya salahsatu tafsir dari banyak versi seperti Adam-Hawa. Hanya upaya meraba tanpa harus menghakiminya sebagai kebenaran.

Berhubung ini adalah Bulan Kartini, Gus Aniq kemudian membahas tentang wanita yang punya sifat kepenampungan. Itulah arti Hawa. Laki-laki juga punya sisi menampung begitu. Hawa mendidik Qabil-Habil dengan adil sesuai kecenderungan masing-masing. Dalam kasus Qabil-Habil adalah beternak dan bertani.

Itu kenapa seorang suami harus menghormati istri. Menjelang akhir membahas mukadimah, Gus Aniq ingatkan jamaah bahwa kaget adalah hal wajar, tapi kagetan dianggap “nggilani” dan harus dihindari. Sebagai pamungkas, Gus Aniq mengatakan bahwa Kanjeng Nabi dibekali “‘abd” atau hamba yang miliki hubungan baik dengan Tuhan. Itu yang mati-matian dicegah Abu Jahal lewat sistem kejahiliahan.

Mas Wakijo kembali membawakan aura kesyahduan kepada para jamaah dengan kidungnya. Jeda antara mukadimah oleh Gus Aniq. Mas Muhajir ceritakan tentang kisah istri-istri para penggiat maiyah yang sering ditinggal untuk maiyahan. Mas Ali kisahkan metode penegasan waktu berdasarkan “saududan” atau habiskan satu putung rokok dulu. Beliau tekankan bahwa sesuatu yang bermanfaat akan dianggap penting. Dalam prioritas menyelamatkan juga seseorang akan melihat kadar penting bagi kita.

CN alias Cak Noeg hadir dengan “puisi ora blas puisi” menyambut Pak Eko Tunas, Habib Anis, dan Pak Ilyas. Jamaah larut dalam emosi dengarkan sajak beliau. Pak Ilyas sekilas menjelaskan tentang kata serapan yang sering ditambah atau dikurangi. Dicontohkan bahwa istilah “homescholing” berasal dari Amerika. Ditujukan untuk siswa atlit/seniman yang tidak punya waktu ke sekolah. Di Indonesia malah terkesan untuk yang enggan ke sekolah padahal orangtuanya tidak sibuk dan anaknya juga bukan atlit/seniman.

Pak Eko Tunas lalu membawakan monolog tentang Islam yang sejatinya lembut. Menjawab salam saja sudah Islami. Pak Eko Tunas lalu mengisahkan kiai yang budayawan. Bisa ditafsir sebagai Mbah Nun, sahabat beliau sedari muda. Beliau lantas kaitkan dengan hadis serahkan urusan pada ahlinya. Empu juga begitu. Sosok berkacamata hitam ini lalu menjelaskan tentang menyeduh dan meminum kopi adalah perlawanan para bapak bangsa terhadap penjajah yang kenalkan kebiasaan minum comyang ke rakyat.

Pria yang sangat lembut ini lalu mengisahkan Mbah Nun yang pelopori lautan jilbab di era 90-an. Zaman old ketika jilbab dianggap anti pancasila. Kini terbukti jilbab menyamudera, Mbah Nun tidak dianggap perannya. Kemudian Pak Eko paparkan kondizi zaman now saat rakyat tidak hanya dikenalkan pada minuman memabukkan tapi juga utang. Rakyat utang, bagaimana dengan pengajak utang yaitu negara? Lalu lakon beo versus koruptor muncul. Jamaah diharuskan simpati & empati pada rakyat kecil yang masih terus bekerja hidupi bangsa. Petani tanam padi untuk dimakan para pembeli sedangkan ia mencukupkan diri dengan hanya makan ketela.

Mas Wakijo kembali membawa jamaah maiyah melanglangbuana ke alam kesunyian melewati tengah malam. Alunan harmonika Mas Marli memistiskan lirik berbahasa Jawa tentang suasana senja. Tengah malam makin hangat setelah Bang Jun memecahkan tawa para jamaah dengan puisi-lagu seputar nasib Jones alias Jomblo Ngenes.

Habib Anis memulai bahasan medsos sudah tidak bisa bedakan mana nyata/maya. Budha anggap dunia adalah maya, Islam menilai manusia ada kalau berpegang pada Allah yang Maha ada. Setali tiga uang dengan pemaparan Gus Aniq, Habib Anis menyimpulkan ribut sekarang sudah ada sejak jaman baheula. Bedanya, sekarang sudah diinternasionalkan via medsos. Ini tanda manusia belum bisa tambah dewasa. Jomblo membayangkan nikah asyik, begitu nikah kok biasa saja. Itu tanda sesuatu ada tahapnya. Setelah titik terlewati akan ganti apa yang dianggap ada.

Quran-Hadis menyatakan ingat apapun tidak akan membuat hati tenang kecuali ingat Allah. Kitab Ihya juga membahas soal iblis yang hadirkan talbis, termasuk sia-sia belajar hal yang munculkan kuatir. Cara berpikir kalau tidak teman saya berarti musuh saya dikenalkan Bush saat gempur Timur Tengah. Kini penyakit ini diidap manusia Indonesia setelah pilpres terakhir. Efek samping dari kebiasaan manusia zaman now dengan ponsel-nya. Menganggap tengah berdialog dengan orang lain di lain tempat padahal ia bermonolog. Asyik sendiri. Syaikh Hamza Yusuf sebut inilah autisme yang sejati. Bukan ADHD.

Idealnya analisis intelijen perlu dipakai untuk kaji sebaran isu yang tiba-tiba bergejolak di medsos. Taktik ini sudah dipakai sejak orde baru. Setelah manusia Indonesia merangkap sebagai netizen, malah menjadi seperti robot. Kehilangan kemandirian. Larut dalam histeria massa dunia medsos. Dikira maya padahal nyata dan sebaliknya. Cara waras tidak jadi buih save-save-an adalah harus sadar tujuan hdup. Salahsatunya gunakan patokan skala prioritas seperti dalam fikih dari wajib-haram.

Dunia tengah masuk lagi ke dalam gerhana bulan ditandai saat kebenaran orang banyak dijadikan patokan kebenaran. Beruntung jika banyaknya itu punya bekal ilmu. Mbah Nun dalam buku “Demokrasi Laroibafih” menyebut salah kaprahnya sistem itu yaitu tidak mau menolak, apalagi didukung orang banyak. Banyak negara maju kepayahan karenanya, misal aturan legalisasi ganja & senjata di Amerika Serikat.

Sekarang seolah semua netizen sepakat bahwa semua manusia dianggap sama. Padahal sejatinya berbeda. Kita sama manusianya dengan Kanjeng Nabi tapi beda secara banyak hal. Fenomena ini dimanfaatkan untuk gunakan “devide et impera”, pecah suara orang banyak agar tidak satu suara. Manusia diciptakan dengan nurani yang sama, yang menutupinya adalah budaya yang dibuatnya sendiri. Habib Anis bahkan tegaskan bahwa orang ikut-ikutan main save yang tidak ia ketahui kepastiannya dihukumi dosa seperti pelaku. Ini ada dalam hadis nabi di bab tabayun informasi.

Psikologi massa menjelaskan kebanyakan orang akan ikuti massa tanpa klarifikasi benar-salah. Fanatisme buta pada satu ide ini dilarang keras di Kitab Hikam, Ihya dan ‘Ulumuddin, dan Bidayatul Mujtahid. Boleh berpihak asal tidak emosional. Harus cari sangkan-paran, sebab-akibat, dan kaitan antar benang merah. Sama seperti perbedaan pendapat bahkan tafsir dalam ilmu Fikih dan keputusan bermadzhab. Kalau malas klarifikasi tinggal diam saja tidak perlu ikut meramaikan.

Pendekatan hukum asal lapor polisi yang marak belakangan ini penanda masyarakat sudah pada tahap terendah. Padahal ada adab, dll di atasnya. Pak Ilyas menimpali dengan kalimat “aku pancen cengengesan, tapi nek pas tenanan aku bakal radikal.” Adapun Habib Anis memberi saran jamaah untuk kendalikan diri pada ponsel sebagai imunisasi pada demam #save, jangan biarkan koneksi internet mengontrol diri. Batasi sehari jangan di-online-kan kecuali saat perlu.

Perlu dicatat bahwa ringtone dan push notifications terinpirasi dari kebiasaan judi yang diduplikasi pengembang Twiter. Kini si pengembang menyesal dengan temuannya itu & resign dari Twitter. Kini ia dan beberapa pentolan Silicon Valley justru aktif berkampanye untuk tidak bereaksi pada “tingtong” dan kencaduan online.

Habib Anis menengarai jika sudah lepas dari ponsel tapi merasa kurang update, tanda ada masalah besar di dalam diri. Kini banyak hoax diviralkan termotivasi akan dianggap paling update. Sebagai penutup, Habib Anis mengutip pernyataan Syaikh Abdulqadir Jailani untuk jalani hdupmu untuk ibadah, sisanya buat akhirat. Tips dari Gus Aniq dalam hindari maksiat adalah mengisi waktu luang untuk menunggu waktu salat berikutnya.

Doa terlantun menjelang tengah tiga dini hari setelah Sohibu Baiti bergetar di sanubari. Jamaah dengan rapi antri bersalaman, tanpa dorong-dorongan apalagi berebutan. Sebelumnya, beberapa jamaah sibuk membuang sampah ke tempat sampah, tak sedikit yang lantas berkerumun di tempat penjualan souvenir khas maiyah dan Gambang Syafaat. Selesailah maiyahan rutin tiap tanggal 25 ini. (Ihda Ahmad Soduwuh).