blank

Untuk mencairkan suasana, Orkes Kalijagan kembali bersenandung dengan membawakan lagu Yaa Asyqol Mustofa. Jamaah terhibur dengan suara merdu dan instrumen lagu yang dibuat dangdut. Dilanjutkan kemudian Pak Eko Tunas, seorang penyair dari Kota Semarang memberikan wejangan kepada jamaah. Dengan posisi berdiri, berjalan ke tengah-tengah kerumunan jamaah Maiyah, beliau mengatakan, “Empu itu artinya apa? Empu itu artinya “milik”, punya. Makanya ada kata ‘yang empunya’, di orang yang empunya ini adalah yang punya keahlian. Saya ambil dari hadits Nabi, Izzawusidalamru khoiri ahli lil fantasiri sa’ah artinya segala sesuatu harus diserahkan kepada ahlniya, kalau tidak diserahkan kepada ahlinya tunggu saja kehancurannya. Ini konteks dari empu. Zaman old, yang disebut empu itu adalah para ahli yang mampu membuat keris. Ada yang tahu keris itu apa? Tapi kalau menggunakan frame intelektual, keris adalah benda budaya. Keris itu ditemukan pada zaman Mataram Lama, sejak abad ke-9 masehi oleh Raja Darmawangsa. Pada abad 9 masehi, bayangkan, orang Jawa sudah menemukan besi mulia, yang oleh orang Jawa disebut tosan aji.

Negara-negara lain belum menemukan besi mulia itu. Pertanyaannya kenapa para empu itu membuat keris, kok tidak membuat paku, beton aser? Kenapa membuat keris? Karena itulah keahlian orang Jawa pada zamannya. Jadi besi mulia itu adalah budaya pertama orang Jawa. Pertanyaannya kalau ditinjau dari empu zaman now, keris dibanding pesawat terbang lebih tinggi mana nilai budayanya? Lebih tinggi keris, karena keris itu benda budaya sedang pesawat adalah sekedar alat transportasi.

Lanjut Pak Eko Tunas menjelaskan, “Bahkan menurut riset ahli-ahli orang luar negeri, ketika meriset keris, itu ditemukan jejak-jejak sidik jari. Jadi keempuan itu harus dilihat dari kesaktian macam ini”.

Mas Wakijo hadir juga untuk meramaikan suasana GS bulan Maret dengan iringan gitar. Mas Wakijo membawakan lagu berjudul “Senandung Rindu Mutiara” yakni untuk mengenang Pak Zainul Arifin. Lanjut Mas Wakijo mengatakan, “Cak Nun pernah berkata bahwa Zainul iku ora mati. Zainul itu keindahannya suaranya bersembunyi di alam raya, kita cukup menirukan dan menyebarkan keindahannya untuk menghadirkan Zainul Arifin. Juga Pak Is, empunya seruling Kyai Kanjeng dan Maiyah.

Dilanjutkan oleh Pak Ilyas mengiringi jamaah belajar. Beliau mengatakan, “Yang datang malam ini akan datang menjadi generasi empu atau emprit? Karena dilihat dari sejarah Indonesia, kemarin sudah dicuplik oleh Mbah Nun, bahwa zaman kerajaan Majapahit dan Kediri adalah masa ijtihad, masa mencari Tuhan. Zaman kerajaan Demak adalah masa menjadi muallaf. Lalu setelah Demak kemudian kerajaan Mataram dan Solo itu adalah masa klenik. Setelah pasca Mataram dan Solo ialah masa penyembah berhala. Jadi masa ini adalah masa menyembah berhala, berhalanya ya jahiliyah. Berhala tidak bisa dianalogikan dengan patung, bisa saja duit dan jabatan, yang jelas tidak bernisbat pada Allah.

Coba kita tarik mana yang lebih hebat, orang modern dengan orang dulu jika berbicara tentang empu. Lanjut Pak Ilyas menjelaskan proses Islam masuk ke Indonesia. Beliau mengatakan, “Dulu Islam datang pertama kali disebarkan oleh pedagang dari Gujarat dan India, tetapi agama yang dibawa tidak laku di Jawa, karena yang membawa adalah pedangang. Karena pedagang di masa itu adalah termasuk golongan kasta sudra, dan itu derajatnya rendah. Paling tinggi kastanya adalah Brahmana yang diisi orang suci, rohaniawan. Di bawahnya ada satria, waisya, dan yang terendah adalah sudra. Zaman Majapahit adalah yang paling tinggi adalah Brahmananya. Namun sekarang, siapa yang paling tinggi di dalam kasta masyarakat, yakni sudra. Pokoknya kalau punya uang ya bisa jadi bupati. Mayoritas manusia sekarang menyembah berhala. Kowe kuliah mesti puncak’e pengen sugih, pasti pilih jurusan yang menjulang uang paling banyak.

Sayangnya sampai konsep itu, saat ini dikasihkan pada anak-anak. Jika ditanya tentang cita-cita, pasti anak-anak menjawab ingin jadi dokter, polisi dan pilot. Tidak ada yang menjawab ingin menjadi takmir masjid. Perempuan juga berasal dari kata empu, per-empu-an atau yang diindukkan. Jadi empu itu induk. Yang bisa beranak-pinak hanya perempuan. Laki-laki tidak bisa. (Redaksi – Maulana Malik Ibrahim).