blank

Hari-hari ini entah awalnya bagaimana, semua orang berebut meneriakkan NKRI. Masing-masing pihak merasa merekalah yang paling NKRI, dan belakangan paling Pancasila. Menjadi aneh, ketika ternyata, orang atau kelompok yang sama-sama mengaku paling NKRI dan Pancasila, adalah kubu yang berseberangan. Mereka seolah-olah bersatu, satu dalam status, satu dalam #tagar padahal hati mereka tidak.

Saya tidak paham isi hati mereka kok bisa begitu, saya tidak berani mengatakan bahwa Pancasila dan NKRI gagal mengayomi mereka. Saya hanya bisa menduga, kemungkinan NKRI dan Pancasila yang mereka bayangkan, yang mereka tafsirkan tidak satu persepsi. Saya tidak berani menuduh bahwa ada salah satu pihak ingin tidak Pancasila dan tidak NKRI. Ya itu tadi, mungkin hanya sebatas NKRI dan Pancasila, ditafsirkan berbeda.

Hanya saja, saat yang satu berkata NKRI dan Pancasila, seolah-olah mengatakan yang lain tidak. Padahal konsekuensinya adalah, saat orang tidak NKRI dan tidak Pancasila, bisa digebuk Pemerintah, sebab dapat dibawa ke ranah makar.

Bagi saya, tidak ada yang final, yang justru dijaga adalah kontinyuasi. NKRI adalah kebersinambungan perjuangan rakyat dan pejuang. Pancasila adalah saripati dari nilai yg memang sudah mengakar di Nusantara. Maka, kalau ada pihak yang mencoba ‘memutus’ garis kontinyuasi ini, tentu saja melawan jiwa Nusantara yang ada di hati seluruh masyarakat Indonesia.

Dan, masalahnya adalah pihak yang lupa, tidak tahu, khilaf, atau bahkan sengaja ‘memutus’ garis kontinyuasi ini, bisa dari luar pemerintah, tetapi tidak menutup kemungkinan dari internal penguasa. Pemerintah bisa saja salah, mungkin pihak non pemerintah juga salah dalam memahami garis kontinyuasi ini. Tetapi hati sanubari rakyat, masyarakat Indonesia relatif mengerti, dan patuh dengan garis tersebut.

Maka, NKRI final, Pancasila Final, karena itu adalah ‘produk kontinyuasi’. Memutus garis tersebut, sama saja memutus urat syaraf hati manusia Indonesia, apa mungkin?
Yang tega melakukannya, tidak mungkin bangsa Indonesia, tidak mungkin manusia berjiwa Nusantara.