blank

Dua hal yang tidak bisa dihindari saat Mbah Nun hadir di Majelis Maiyah Gambang Syafaat (25/11/2017). Jamaah yang memblundak dan pertanyaan yang banyak. Sampai menjelang pukul 02.30 WIB, masih tersisa dua pertanyaan dari para jamaah. Pertanyaan Ubaidillah asal Batang dan Ahmad Rifai asal Pati. Sebelumnya, sudah ada dua sesi pertanyaan yang setiap sesinya terdiri dari lima pertanyaan. Sampai pertanyaan terakhir, total semua mencapai 12.

Ada banyak jenis pertanyaan yang ditanyakan kepada Mbah Nun. Dari persoalan keluarga sampai persoalan negara. Semua pertanyaan dijawab berurutan sesuai urutan penanya. Dari pertanyaan kedua yang terakhir. Mbah Nun mendapat pertanyaan dari jamaah yang memiliki kegelisahan dalam hidupnya.

Pertama dari Kang Ubaid berkisar tentang persoalan saudaranya. Dia bercerita bahwa dia memiliki saudara yang cenderung nyeleneh dalam mengamalkan syariat agama. Kata Kang Ubaid, saudaranya tidak mau melaksanan salat meski mendengar suara adzan dan rumahnya berdekatan dengan masjid. Menurut Kang Ubaid menirukan pendapat saudaranya, Tuhan sudah di hati saya jadi saya tidak perlu mendirikan salat. “Bagaimana cara saya mengatasi saudara saya yang satu ini,” pintanya kepada Mbah Nun.

Mbah Nun yang tampaknya mengerti kegelisahan Kang Ubaid mengajukan jawaban yang terdiri dari tiga hal. “Pertama,” kata Mbah Nun kepada Kang Ubaid,” anda harus tetap baik sebagai manusia dan sebagai saudara dia. Kedua, anda harus menahan keluarga anda untuk tidak bersikap frontal kepada saudara anda atau bahkan sampai menyalah-nyalahkannya. Ketiga, doakan terus, kirim al-fatihah khusus untuk dirinya setiap salatmu. Apa yang dialami saudaramu sekarang ini, dia sedang berproses dengan pendapatnya yang nantinya akan berkembang menjadi sebuah pemahaman yang ia dapat dari proses perenungan pendapatnya itu tadi. Intinya, anda sebagai saudara harus tetap mendoakan kebaikan saudara anda.”

Selain memberikan tawaran tiga solusi atasi kegelisan yang dialami Kang Ubaid. Mbah Nun juga menceritakan jumlah keluarganya yang terdiri dari 15 saudara. “Kalian pikir dari 15 saudara itu tidak memiliki masalah satu sama lain,” tanya Mbah Nun. “Banyak Mas, tapi apa pun masalahnya kita tetap menjaga persaudaraan keutuhan keluarga. Itu bisa kalian lihat setiap PadhanMbulan. Semua 15 keluarga itu kumpul guyub dadi siji.”

Mbah Nun juga menjelaskan bahwa setiap keluarga itu memiliki masalah masing-masing. Tapi tidak semua masalah itu harus diumbar ke orang-orang. Ada kalanya setiap masalah itu kita simpan demi menjaga persaudaran. “Ibarat lemari, ada sorogan yang dibuka dan ada sorogan yang ditutup,” kata Mbah Nun.

Selesai memberikan jawaban kepada Kang Ubaid. Mbah Nun langsung berlanjut menjawab pertanyaan selanjutnya. Pertanyaan yang diajukan Kang Arif. Ia tadi bertanya tentang keadilan dia sebagai pedagang martabak. Karena ia merasa gelisah dan bingung siapa yang harus didahulukan, orang yang pesanannya dibungkus atau langsung dimakan di tempat. Dari, peristiwa itu Kang Arif bertanya,”Bagaimana menghadapi itu agar tidak menyakiti perasaan yang lainnya?” Maksudnya perasaan pelanggan yang lainnya.

Sebelum memberi jawaban untuk pertanyaannya Kang Arif. Mbah Nun mengatakan, ”saya senang melihat para jamaah ini bertanya dengan keikhlasan, kejujuran, dan kejernihan. Anda tidak perlu merasa malu untuk bertanya tentang segala hal. Saya selalu membebaskan anda semua untuk bertanya tentang apapun. Di pengajian-pengajian lain, pasti kalian semua tidak akan berani bertanya tentang martabak atau saudaramu yang nyleneh beribadah to?”

“Baik Mas,” kata Mbah Nun kepada Kang Arif, “pertanyaanmu ini sebenarnya mengarahnya kan bagaimana berlaku adil dan bagaimana menyalurkan keadilan itu. Pada pertemuan-pertemuan sebelumnya sudah sering saya jelaskan. Bagaimana jalan menuju Allah itu. Nah, ini nantinya juga bisa anda gunakan. Yang pertama adalah sabilillah, bagaimana carannya adil. Kedua syariat, bagaimana yang baik itu. Ketiga thoriqah, cara yang baik untuk mencari keadilan. Ketiganya itu akan saling mengisi satu sama lain. Piye nek cara wis apik tapi dalane sing elek. Dalane apik yo gak sampai tujuan kalau cara mencapai tujuan itu keliru.”

Ketiganya itu bisa dipahami dan diterapkan dalam hidupmu untuk menyikapi segala hal. Termasuk soal bagaimana memperlakukan antrian pembeli martabak itu tadi. “Pikirkan bagaimana bersikap adil, jalan menuju adil, dan cara menuju adil itu,” tegas Mbah Nun.

Mbah Nun memang tidak langsung memberikan jawaban lugas dan gamblang seperti meminta si penjual martabak untuk mendahulukan yang makan di tempat. Tapi, Mbah Nun memberikan awabannya secara tersirat yang memiliki makna luas dan bisa menjangkau pelbagai persoalan. Bahkan dari jawaban ini, jamaah yang tidak ikut dan memiliki persoalan dengan cara berdagang bisa memetik hikmah dari jawaban yang diberikan Mbah Nun. Karena Mbah Nun sudah mengatakan tiga hal itu, kita bisa digunakan dalam persoalan hidup apa pun. Dan, Mbah Nun sepertinya ingin memberikan tiga hal itu untuk menjadi pegangan bagi para jamaah agar bisa menyelesaikan persoalan secara benar, tidak perlu menyalahi aturan yang ada bahkan menyakiti perasaan saudara.

Dua pertanyaan terakhir sudah mendapat uraian jawaban yang panjang. Acara menjelang menit-menit penghabisan. Selesai memberikan uraian jawaban. Mbah Nun berpesan kepada para jamaah, ”Anak-anakku semuanya. Kalian harus menikmati Maiyah. Harus menyirami kebunnya. Harus bisa menumbuhkan pohon-pohonnya. Agar di Maiyah ini kita bisa menebar cinta dan mengabarkan kebaikan kepada sesama.” Mbah Nun memimpin doa dan acara berakhir. (Yunan Setiawan)