blank

Reportase Gambang Syafaat edisi Maret 2017 (Bagian Dua)

“Jika Anda, tidur, bermimpi sesuatu yang menyengkan maka tafsirannya adalah menyedihkan, begitupun sebaliknya. Contoh kita mimpi digigit ular, maka bisanya kita mendapat rejeki. Kita mimpi minum air segar eh ternyata malah kehausan. Yang menyenangkan buat rohani kita pasti seringkali menyakitkan buat fisik kita. Karena kita masih terikat. Yang sakit adalah nafsu dan yang ‘suka’ ialah roh Anda. Semua yang duka itu pasti bagus untuk penyucian rohani Anda. Kalau kita menghadapi apa yang kita panggil sebagai duka, alangkah baiknya kita merenungi apa yang baik untuk roh kita. Ujian yang kita alami adalah untuk meningkatkan taraf rohani kita. Itu yang memerdakan cara pandang Muslim dangan cara pandang yang lain. Kita harus kritis kepada segala hal tanpa memaki-maki dan putus asa. Yang harus dilakukan adalah melihat sisi positif. Apa yang bisa dilakukan saat ini? Maka kita dididik untuk berlaku kreatif dalam menghadapi tantangan apapun.” tutu Habib Anis.

Habib Anis menambahkan, perjalanan hidup kita itu adalah perjalanan menempuh apapun dengan sisi positif. Jangan pernah tolak apapun yang Allah berikan kepadamu. Kita selalu merasa bahwa Allah menguji kita. Ketika kita diberi yang menyakitkan harusnya kita bersyukur, karena Allah memperhatikan kita. Jika Allah memberi macam-macam yang kita inginkan, jangan-jangan Allah memberikan istidraj, dilulu. Ya, Rasulullah berduka namun berduka cita Rosullullah berbeda dengan duka cita kita.

blank

Menjawab pertanyaan dari saudara Wahmid asal Pekalongan yakni “Bagaimana cara kita atau orang awan seperti kita menganggap kematian bukan hal yang menakutkan?”, Habib Anis mengatakan “Kematian adalah proses, bukan bonus. Kematian adalah pintu menuju kehidupan selanjutnya. Sama seperti tadi, orang harus dipotong keterikatannya pada dunia. Orang yang keterikatan kepada dunianya tinggi, maka banyak penyakitnya dan di akhirat nanti banyak pertanyaannya. Yang tidak boleh adalah terikat duniawi secara utuh. Rasulullah berpesan: “Berikan apa yang kamu cintai”. Tetapi dalam hal ini tetap pada koridor batasan.

Respon kedua dari Om Budi Maryono. Om Budi mengatakan, “Bagi saya mati itu pecah. Zaman dulu kalau mau pinter itu harus topo dhisik. Lebar topo iku sekti. Kewan juga topo, poso ben dadi apik. Maka kita harus melepas keterikatan pada dunia”.

Pertanyaan ketiga datang dari Mustain asal Kaliwungu, Kendal. Ia menanyakan, “Dalam konteks realitas, apakah dzikir (mengingat Allah) yang dimaksud Allah ini hanya berupa ucapan atau berbentuk aplikasi?” Dijawab oleh Om Budi, “Jadi seperti subhanallah itu baik untuk mengingat Allah sehingga lisan kita, hati kita selalu ingat. Dzikir itu bisa membuat kita terlatih. Lalu ada dzikir dengan ucapan, waktu, dan jumlah khusus adalah untuk memasukkan rasa keterikatan selalu kepada Allah. Itu mengingatkan kita terus. Lalu ‘kebingungan’ adalah disebabkan karena tidak dzikir”.

blank

Habib Anis juga merespon, “Iman itu pada sesuatu yang sesungguhnya kita tidak tahu. Maka itu ada ainul yaqin, hanya mengetahui Allah. Tahu semua sudah diatur oleh Allah. Jika kita tahu apa yang terjadi di masa depan, nanti hidup kita tidak ada dinamika. Justru karena tidak tahu kita harus haqqul yaqin (iman) kepada Allah. Kemudian Rasulullah menggambarkan: Saat Anda menaiki bukit ucapkan Subhanallah, lalu ketika jalan menurun ucapkan Allahuakbar. Dalam kondisi menurun/drop tetaplah Allah Yang Maha Besar, ketika naik Allah Yang Maha Suci”.

Habib Anis menambahkan, “Kalau kita selalu dekat dengan Al Quran, setiap ada sesuatu, malaikat akan membisiki kita la ta khouf wa laa tahzan (jangan kamu takut dan jangan kamu berduka cita). Jadi pada orang-orang mukmin saat mengalami apapun selalu merasa tenang, karena yakin bahwa Allah bersamanya. Ya, bahwa semua ini pada akhirnya adalah innalillahi wa innailaihi raji’un. Jadi, alaa fi dzikrillah tadzmainal qulub (sesungguhnya berdzikir pada Allah membuat hati tenang). Ayat ini punya implikasi bahwa ‘hati’ tidak bisa ditenangkan dengan apapun kecuali dzikir. Dan dzikir itu bukan hanya sekedar mengingat Allah dengan subhanallah dan lainnya, tapi itu juga penting, Dzikir itu sejatinya ketika Anda mengalami sesuatu lalu melihat Allah dalam kenyataan, semua dilihat dan dihubungkan dengan Allah”.

Habib Anis mengatakan, “Dzikir itu cara kita mengungkapkan bahwa ini semua Allah yang mengatur. Dzahiri itu akan membuat kita terikat dan ingat pada Allah. Ada tanggung jawab dan konsekuensi jika Allah yang mengatur semuanya. Maka kita harus yakin kepada Allah. Kemudain taubat (kembali) itu dinamis. Taubat yakni kembali ke titik nol. Kembali ke dasar masalah. Misalnya kalau Indonesia dianggap bermasalah karena UU nya dikacaukan, maka kembali ke UU’45 lagi adalah taubat, bukan membelok, tetapi kembali. Kembali juga harus dinamis, dalam pengertian Allah, kembali adalah taubat. semua harus kembali kepada Allah. Karena Allah-lah yang mensutradarai.

Malam makin mesra diiringi puisi dari Mas Nugroho. Kehangatan berlanjut, yakni adanya kolaborasi antara Mas Nugroho, Mas Wakijo, Mas Rizki, dan Mas Marley yang mendengungkan lagu Iwan Fals juga diiringi suara harmonica yang khas. Dipertengahan duapertiga malam, pertanyaan tdilontarkan oleh Ahmad Ridho asal Banyumas. Ia menanyakan, “Bagaimana untuk menyikapi hidup agar punya tujuan hidup, tidak gampang sedih dan iri dengan hidup orang lain?” Lalu diteruskan pertanyaan terakhir dari Sarwi Abi Kaffa asal Grobogan. Ia mengatakan, “Betapa beruntungnya kita masih ditunggui beliau semua seperti Cak Nun dan lainnya”. Sarwi menceritakan keluh kesah bahwa murid jaman ini kurang hormat pada guru karena disebabkan pergeseran nilai. Sarwi bertanya “Setelah melihat kejadian ini, apakah kita perlu untuk melihat kedepannya pergeseran nilai ini? Dan pertanyaan kedua, saya pernah dengar kalau orang beriman akan mendapatkan bisikan malaikat, laa tahzan. Kemudian bisikan manusia itu katanya banyak sumbernya seperti dari bisikan jin, bisikan setan, bisikan malaikat. Lalu, bagaimana kita membedakan bisikan tersebut?”

blank

Bola pertanyaan langsung ditangkap oleh Gus Aniq. Jawaban Gus Aniq ialah bahwa, “Manusia punya kelebihan yang dimiliki yaitu ‘akal’. Orang yang punya akallah yang dapat memaknai tajjalliyat-nya Allah (ulul albab). Akal itulah yang perlu kita pahami betul. Manusia itu diistimewakan oleh Allah, bahkan manusia lebih istimewa dari malaikat karena manusia diberi akal. Tapi apa yang menjadi ukuran kedekatan kita pada Allah? Yakni dzikir. Ketika seseorang tertimpa sesuatu maka kita harus ‘dzikir’ dan berpikir, serta tolak ukurnya dengan pikiran positif. Maka segala sesuatu harus kita tujukan ke Allah SWT.

Bola pertanyaan kedua dari Mas Sarwi ditangkap juga oleh Gus Aniq. Gus Aniq mengatakan, “Guru adalah orang yamg punya ilmu dan laku. Dan laku itu pasti bisa dicontoh. Dari fenomena di atas (pergeseran nilai), saat ini makin memudarnya rasa hormat murid kepada guru. Kita sedang krisis tawadhu”. Lalu Kang Ali juga menjawab, “Bahwa Allah menjalankan takdir-Nya dengan dua metode. Pertama, sunatullah dan kedua adalah innayatullah. Sunnatullah yakni melalui proses yang wajar, dan innayatullah yakni tanpa proses. Orang yang diberi innayatullah adalah orang yang khusus.

Om Budi juga ikut merespon. Om Budi mengatakan, “Saya baru menyadari bahwa ada yang keliru dalam kita menyikapi hidup. Sedari dulu kita dimotivasi harus berhasil, harus sukses. Sebenarnya yang harus dipikir saat ini bukan gagal dan sukses tetapi selamet opo ora? Orang akan rumit apabila jika hidupnya dipenuhi target. Yang dicari adalah urusan selamet lan ora. Karena kegagalan adalah keberhasilan yang tidak kita sukai. Juga doa kita yang tidak terkabul adalah pengabulan yang tidak kita sukai”.

Lanjut Om Budi menjelaskan, “Dan kita lupa bahwa robbana aatina fiddunya hasanah wafil akhiroti hasanah wakina adzabannar. Bahwa apa yang kita doakan jika tidak terkabulkan adalah dalam rangka mencapai hasanah! dijauhkan dari neraka”. Habib Anis turut merespon, “Bahwa manusia dalam setiap waktu harus selalu menjadi lebih besar, harus bisa mengatasi masalah-masalah. Maka Anda harus punya masalah. Bukan ‘menyelesaikan’ masalah tetapi ‘mengatasinya’. Hidup itu adalah bagaimana selalu mengatasi. Kita diciptakan bukan untuk di dunia ini tetapi diatasnya (akhirat). Pada akhirnya kita jadi lebih besar dengan apapun, dengan potensi yang Allah berikan. Jika melihat peroalan dunia, lihatlah yang di bawah kamu. Soal ibadah lihatlah yang di atas kamu agar kamu termotivasi.

blank

Pertanyaan kedua mengenai bisikan, jawab Habib Anis bahwa, “Bisikan itu adalah sesuatu yang menenangkan. Tetapi jika sesuatu itu hal negatif, maka itu adalah gejolak nafsu diri kita. Semakin kita banyak melakukan hal baik, maka semakin banyak malaikat yang membantu kita. Kemudian apapun yang diberikan Allah kepada kita adalah ujian. Tenang itu dapat tercipta karena kita ridho, baru kemudian Allah meridhoi. Segala sesuatu di dunia ini tidak bisa mencelakakan manusia, tapi diri kita sendirilah yang bisa membuat celaka. Tugas Iblis hanya memprovokasi. Segalanya berawal dari mindset berpikir kita. Kalau kita kebiasaannya hanya baca info di medsos maka celakalah kita. Bagaimanapun kita harus membaca buku dan Al Quran. Sisi positif kalau kita membaca buku ialah kita bisa membaca pemikiran penulis dan menambah sudut pandang kita. Maka membacalah!”

Tiba saatnya di penghujung acara, pukul 02.30 WIB menandai hari Minggu sudah tiba. Majelis ditutup dengan doa. Semoga kita bisa mengambil hikmah, dan mensyukuri kesedihan yang sedang kita alami. Wassalamu’alaikumWarahmaullahi Wabarakatuh. (Maulana Malik Ibrahim)