blank

Iblis memiliki empat tingkatan dalam menggoda manusia. Tentu di luar manusia ikhlas yang sudah tervaksinasi dari bisikan makhluk mantan penghuni bumi itu. Dalam Gambang Syafaat edisi November 2017 tadi malam, Gus Aniq memaparkan ulang tahapan tersebut. Bisa diimajinasikan dalam bentuk piramida. Paling gawat ada di lapis paling bawah.

Peringkat pertama ditempati oleh kekuasaan. Agama Samawi menjadikan Dinasti Firaun sebagai contoh abadi. Meski dalam umur kerajaan ribuan tahunnya itu tak semuanya buruk, tapi Ramses II menjadikan gelar raja sedemikian buruk sampai kiamat. Jangan lupa bahwa Yusuf pun pernah menjadi menteri di era Firaun jauh sebelum Musa lahir. Kini memang Firaun sudah tiada kecuali jasadnya yang menghasilkan pendapatan sektor pariwisata jariyah Negara Mesir.

Namun, kekuasaan masih sedemikian menggoda sampai sekarang ini di mana demokrasi begitu crazy dengan demo apa saja. Lord Acton mengistilahkan ‘power tend to corrupt’ atau kekuasaan cenderung merusak pemegangnya. Lihat saja kasus baru-baru ini di sebuah negeri Afrika di mana militer mengkudeta presiden yang menjabat lebih dari 3 dasawarsa. Padahal sang pemimpin tadinya adalah pejuang kemerdekaan yang terinspirasi oleh gerakan Bung Karno. Soe Hok Gie yang sangat kritis pada kecenderungan serupa dialami pasangan proklamator Bung Hatta itu mewanti-wanti potensi tersebut.

Kini, fenomena gila tersebut dengan mudah ditemui asal sudi mengamati. Di media massa pun secuil saja yang adil berimbang meliput, maka sudah terlihat keberpihakan pada pemegang kekuasaan. Pro-kontra sudah bukan lagi adu pendapat untuk menyampaikan gagasan melainkan sudah mengarah kepada perusakan nama baik seseorang. Sampai menguak cela oranglain pun rela dilakukan demi mendapat ‘click bait’ atau naiknya oplah cetak.

Berikutnya ada sistem kapitalisme. Ini adalah jalan iblis yang kedua untuk menyusupi jiwa manusia. Diwakili Qarun dan Tsa’labah di era Kanjeng Nabi Muhammad, keduanya menjadi contoh mengerikannya ketika untung dijadikan pedoman. Keduanya adalah ahli agama, Qarun hapal Taurat dan masih kerabat Musa, dan Tsa’labah hapal Quran serta tak pernah telat salat jamaah dengan Nabi Muhammad. Hanya saja mereka lelah miskin, mengaku kalah pada serba pas-pasan. Lantas keduanya minta doa pada nabi masing-masing agar dilimpahkan harta.

Mudah ditebak alurnya, keduanya lupa daratan. Qarun dan Tsa’labah menghindari pajak, bahkan sudah enggan berjamaah salat. Diingatkan nabi tak mempan, Tuhan sendiri yang langsung turun tangan. Kini banyak sekali replika Qarun-Tsa’labah berkeliaran di sekitar kita. Sekolah hanya untuk kaya-raya, dagang cuma demi untung menggunung, sampai beribadah pun semata agar gaya hidup mewah.

Setelah kedua anak tangga iblis tadi sukses ditapaki manusia, tinggal naik ke tanjakan berikutnya, tangga ketiga: sistem ala Dajal. Membiasakan manusia berada dalam ekosistem yang memandang segala sesuatu hanya dari satu sisi. Tidak ‘cover both sides’ sebagaimana prinsip jurnalistik. Ironisnya, kini dunia pers pun menanggalkan pedoman dasar para pencari warta. Jika pekerja informasi saja bisa buta sebelah, tak bisa dihindari pada penikmat informasi mengalami hal serupa.

Jadilah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sebatas pepesan kosong. Adanya memihak pada yang berkuasa dan ber-uang. Pepatah tumpul ke atas tapi tajam ke bawah tak hanya mengejawantah di dunia meja hijau, tapi sampai merembet ke tempat ibadah. Ia yang berpakaian mewah apalagi berwibawa akan lebih dihormati daripada pemakai baju usang. Kebenaran bukan lagi sebuah kepastian sebab terdistorsi oleh tafsir-tafsir yang tak berdasarkan ilmu yang ketat melainkan nafsu belaka. Seenak gue.

Itulah materialisme yang mengagungkan kebendaan, nalar, dan bisa diindera. Bagi mereka yang sudah buta sebelah, kentut tak ada sebab hanya tercium saja. Ia harus mewujud dalam bentuk gas LPG 3 Kg dulu agar dianggap ada. Bahkan sedekah dianggap hanya akan sah jika sudah dikoarkan ke banyak orang. Termasuk ketika menyandingkan kegiatan olahraga sebagai bentuk menyehatkan jasmani dan salat Duha sebagai penyehatan ruhani.

Iblis belum puas jika keturunan Adam hanya ada di tiga zona nyaman dosa tadi. Maka ditambahlah dengan perusak yang dicontohkan dengan Ya’juj-Ma’juj. Para aktifis yang bukannya mengupayakan kehadiran manfaat di manapun berada malah menyuguhkan kerusakan merata di seantero negeri. Ketika mereka dilepaskan dari kurungannya, balas dendam akan menjadi motif dasar. Menggunakan akses kuasa, harta, dan buta sebelah, jadilah ia seperti banteng yang marah. Mengejar kain merah tanpa sejenak untuk memikirkan reaksi atas aksi.

Dipungkasi dasar piramida yaitu sistem Abu Jahal. Pembodohan massal yang dilakukan dengan strategi mumpuni, terukur, dan terorganisir. Alam bawah sadar manusia yang berada di dalam jangkauannya akan dikondisikan untuk selalu mabuk situasi dan kondisi. Mudah diombang-ambingkan media pemberitaan yang disetir oleh pemegang kuasa, pemilik harta, dan tentunya fanatik pada pendapatnya sendiri. Jadilah sulit untuk ingat atau zikir bahwa ia tengah masuk perangkap iblis paling puncak.

Gus Aniq menggambarkan 5 perangkap iblis tadi dengan cara yang sederhana. Termasuk mengkaitkan dengan fenomena keseharian yang ditemui kekinian. Kegilaan yang dimaklumi sebagai kewarasan oleh banyak orang. Sampai yang waras disinisi bahkan dituding edan sebab tak pas dengan suara terbanyak. Jika sudah tahu dan paham tentang 5 jebakan iblis tadi, seyogyanya kita lebih berhati-hati dalam memberdayakan panca indera.

Camkan bahwa iblis bersumpah atas nama Tuhan dan dikabulkan oleh-Nya untuk menggoda manusia kecuali yang ikhlas saja. Jadi, persiapkan diri melawan ilusi dunia yang digambarkan para nabi seperti wanita tua tapi selalu tampil muda.