blank

Gambang Syafaat edisi 25 Juni 2016 kali ini mengangkat tema ‘online’, karena hanya satu kata maka tema tersebut abtrak bagi benak jamaah yang hadir. Ada celetukan dari salah satu jamaah pengajian, “Pengajian kok malah membahas online!”. Memang harus dakui, tema ‘online’ adalah tema yang ‘tidak umum’ dalam forum pengajian. Biasanya, tema-tema pengajian di bulan puasa antara lain keutamaan sepuluh hari terakhir Ramadhan, malam lailatul qodar, dan sejenisnya.

“Ini kan Maiyah, inikan Gambang Syafaat tentu saja yang dimaksud online berbeda dengan biasanya.” Itu komentar Mas Bagus, salah satu jamaah yang hampir setiap tanggal 25 hadir. Ia duduk santai bersandar pada pilar yang bercat hijau, mengenakan kemeja putih dan kupluk warna hitam.

Benar, yang dimaksud online dalam Gambang Syafaat kali ini memang beda dengan online yang biasa kita ketahui selama ini. Tentu saja ‘online’ yang dibahas Gambang Syafaat malam ini berbeda dengan online yang diungkapkan oleh Saykoji dalam lagunya: “Siang malam ku selalu menatap layar terpaku untuk online online, online online, tidur telat bangun pagi pagi, nyalain komputer online lagi ..”

Edisi bulan puasa, Gambang Syafaat dimulai sedikit lebih malam, diawali dengan tadarus terpimpin oleh Kang Umam, Kang Son. Dilanjutkan munajat maiyah yang dipandu oleh Kang Jion dan Mas Za’ul. Baru kemudian kang Em Ali Ef dipersilahkan untuk memandu sesi pertama, yakni prolog tema. Kang Em Ali Ef dalam prolognya akan mengutarakan apa sih yang dimaksud online yang akan dibahas malam ini? Sebelum Kang Ali mengudar tema, kelompok Musik Biasa Saja meng-online-kan jamaah semua dengan musik. Kali ini, kelompok musik yang lahir dari lingkaran maiyah ini dan baru saja mengeluarkan album berjudul 7 Langit ini menyapa dengan intro yang keren, harmoni bunyi-bunyi gitar, bass, drum, biola, bonang menyatu indah. Dua lagu didendangkan pada sesi pertama itu berjudul ‘Api yang bertasbih’ dan ‘Waktu’. Kata Kang Wakijo, sang vokalis, lagu waktu terinspirasi dengan surat Al Asri.

Tiba saatnya Kang Ali menjawab rasa penasaran jamaah. Online dalam kajian spiritualisme menurut Kang Ali adalah keterhubungan antara makhluk dengan Allah. Kang Ali mentadabburi system jaringan computer yang terbuka terbatas, dalam manajemen klien-server di sebuah system jaringan komputer, setiap orang dalam kedudukannya memiliki user-pasword untuk mengakses sesuai dengan kewenangannya. Seorang entry data hanya diberi user dan pasword yang hanya boleh melakukan entri data, orang yang dalam jabatan di atasnya, selain boleh mengentri data juga boleh mengolah data, orang dengan jabatan diatasnya lagi memiliki hak akses yang lebih besar. Yang ingin disampaikan adalah, orang dengan tanggung jawab yang lebih tinggi diberi hak akses yang lebih tinggi pula, dan bukan sebaliknya.

Kang Ali melanjutkan, meskipun kita konek (terhubung ke jaringan) tetapi jika kita tidak diberi user dan password nya tentu kita tidak bisa mengakses server. Nah, agar kita diberi hak akses, diberi user maka kita harus memiliki tanggungjawab/kewenangan. Kang Ali mengingatkan kepada jamaah bahwa jangan mencari akses, tapi berjuanglah untuk mendapatkan posisi/jabatan di mata Allah, sebab dengan punya posisi di hadapan Allah yang diindikasikan dengan tanggung jawab nanti akan online dengan sendirinya. Kang Ali memberi tawaran untuk bisa mendapat posisi di hadapan Allah dengan mencoba eksplorasi rukun islam. Pertama sahadat sebagai registrasi, mencanangkan niat baik. sholat sebagai peneguh konsistensi. Kemudian zakat, nilainya adalah pertimbangan kepentingan diri ataukah bersama. Sedangkan puasa adalah kita ditantang antara melampiaskan atau mengendalikan, memuaskan diri sepuas-puasnya atau memanajemen. Sedangkan haji urusanya akhirat. Akhirat adalah besok sedangkan dunia adalah hari ini, jalan akhirat itu ditempuh mulai hari ini di dunia ini. Di akhir uraiannya Kang Ali menegaskan, jika hidupmu pertimbangannya adalah nilai-nilai yang ada di rukun Islam, mudah-mudahan itu menjadi jalan bagi anda untuk diberi hak akses, sehingga bisa online.

Udaran tentang online tidak hanya ditafsir oleh Kang Ali belaka. Ada sahabat-sahabat Gambang Syafaat yang juga berkesempatan mengudarnya. Mereka adalah Alif dari Unnes, Sunardi dari Pemalang, Taufik dari Demak, Mas Nur, dan Mas Bagus. Kelima orang jamaah sengaja diminta oleh Kang Ali ke depan, untuk mengingatkan kembali bahwa maiyahan itu lingkaran, jamaah dipersilahkan untuk mengemukakan pendapatnya.

IMG-20160709-WA0004Menurut Alif, online adalah kesadaran kita di mana saja bahwa Allah itu hadir dalam diri kita di berbagai kesempatan. Ketika Allah hadir dalam diri kita maka kita merasakan kemesraan bercengkrama dengan Allah. Kita juga bisa online dengan nabi Muhammad, berdialog dengan beliau melalui sholawat, memiliki kesadaran untuk terhubung. Sedangkan menurut Sunardi, kita bisa online dengan Allah jika kita bersyukur dan menyadari bahwa semua nikmat ini dari Allah. Dengan kesadaran bahwa Allah telah memberikan fasilitas yang tidak terkira, maka satu-satunya jalan adalah kita bersyukur dengan menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.

Taufik melengkapi pendapat-pendapat yang sudah ada, menurutnya online adalah nyantolke ati dengan line-nya gusti Alah. Taufik juga menjelaskan tentang perubahan-perubahan besar dunia yang terjadi setelah adanya ke-online-an seperti sekarang ini yang mungkin sebelumnya tidak diduga bahkan oleh pembuatnya. “Sekarang ini dunia pendidikan begitu terbuka. Ketika televisi menampilkan sampah, di youtube kita bisa menyaksikan pengajian maiyah. Ilmu pengetahuan yang sebelum era online tertutup rapat, sekarang terbuka lebar dan kita bisa belajar dari online semisal youtube tersebut.” Namun, Taufik meneruskan, kita juga perlu hati-hati. Karena dalam online selain ada sisi positif yang dapat kita manfaatkan tetapi juga ada jebakan yang membuat diri kita terjerumus dan offline terhadap Allah. “Kita perlu hati-hati,’ dia menutup.

Mas Nur melengkapi pendapat-pendapat sebelumnya. Menurutnya, online itu bukan hanya kekinian. Online sudah terjadi sejak dulu kala. Online atau keterhubungan sudah terjadi melalui telephon, telegram, surat. Ia menyontohkan Jendral Sudirman yang selalu lolos saat diserang musuh, itu karena beliau selalu online dengan Allah. “Pokoknya yang terlalu mengagungkan yang kekinian dan menyampakkan yang dulu. Belum tentu yang kini lebih canggih dengan yang dulu.” terang Mas Nur. Mas Bagus melengkapi pendapat tentang online, “Ada laku yang harus dilakukan agar kita online dengan Allah, jika laku itu dilaksanakan maka Allah akan mengonline dengan diri kita.”

Pada kesempatan tersebut juga dikenalkan kepada jamaah sebuah komunitas yang anggotanya sebagian dari jamaah Gambang Syafaat. Komunitas tersebut adalah ‘Pagi Berbagi’. “Ini menunjukkan bahwa jamaah Gambang Syafaat tumbuh mewarnai aktifitas di lingkungan dengan kesadaran bahwa setiap individu berusaha untuk memberi manfaat. Aditya, salah seorang anggota komonitas pagi berbagi bercerita yang dilakukan oleh komunitas ini adalah membagikan sarapan untuk tukang sapu, tukang becak, dan yang lainnya. Kegiatan ini dilaksanakan setiap minggu sekali. Sekarang ini mereka mampu membagikan sarapan 100 nasi kotak dalam setiap minggunya.

Allah memberi kita koneksi, kita yang tidak online

Jika diibaratkan dengan perjalanan, GS-an pada malam ini baru separuh perjalanan. Pengudaran tema akan dilengkapi dengan pendapat Habib Anis, Mas Agus, Pak Saratri, Pak Ilyas, dan Pak Budi Maryono. Mereka menanggapi pertanyaan dari hadirin tentang online itu dikasih langsung oleh Allah atau atas usaha manusia, dajjal sudah datang atau belum, hijab-hijab online, orang yang sedang offline itu dikasih apa tidak oleh Allah.

Pak Saratri adalah orang pertama yang menanggapi. Menurutnya untuk bisa online manusia membutuhkan pasword. Tanpa adanya pasword manusia tidak bisa online. Dan pasword-pasword untuk online dengan Allah itu sudah ditunjukkan antara lain dengan ibadah. “Pasword itu tidak bisa diubah-ubah. Ibaratnya kita punya akun, pasword sudah kita tentukan, kita ubah satu huruf saja maka kita tidak mungkin bisa masuk. Pasword online kepada Allah tersebut juga jangan diubah-ubah. Sholat, puasa, haji, dll.” Dalam Sholat ada janji bahwa hidup dan mati kita diabdikan untuk Allah, di dalam puasa ada latihan agar kita bisa ihsan, yakni kesadaran bahwa Allah melihat kita. Dengan contoh dua ibadah saja, jika tenanan kita akan menjadi orang yang taqwa dan tawakkal. Allah memberikan hadiah bagi orang yang setor taqwa dan tawakkal empat perkara; jalan keluar, rizqi, dimudahkan urusan dan dicukupkan kebutuhan. Tetapi kita jangan lupa, bahwa Allah akan memenuhi janji nya, kita yakin, tapi niat kita tetap ibadah saja, tujuan dan fokusnya Allah, bukan imbalan atau pahalanya. Agama itu metode, tujuan tetap Allah, jangan sibuk beragama lupa Allah.

Terhadap pertanyaan apakah online nya Nabi itu given, Pak Saratri merespon bahwa Nabi Muhammad itu sebelum jadi Nabi, akhlaknya sudah luar biasa, dan diakui oleh komunitasnya dengan diberikannya gelar Al Amin. Jadi Beliau sudah ‘noto awak’ sejak sebelum kenabian, ‘ojo mbok kiro topo pisan terus entuk wahyu’, kelakar pak saratri. Di dalam tradisi sufi ada jenjang yang panjang misalnya; tobat, ingat Allah/dzikir, menjauhi yang subhat, mencari yang halal, menyedikitkan yang halal, itu menunjukan untuk mendapatkan klik dengan Allah itu tidak ujug ujug. Terhadap lailatur qodar kita tidak boleh bersikap keliru, konsentrasi kita menyiapkan diri kita, berusaha kompatibel dengan frekuensi Allah, biarkah Allah yang memutuskan apakah kita mendapatkannya atau tidak.

Sedangkan menurut Mas Agus menanggapi tentang online antara Allah dengan makhluk itu pemberian atau usaha dia menjawab; ”Ya semuanya pemberian. Adakah didunia ini yang tidak pemberian Allah. Namun pemberian itu beralasan. Nabi Muhammad misalnya, mengapa beliau diangkat sebagai nabi? Itu karena amal beliau dan leluhurnya. Tabungan kerelaan nabi dan leluhurnya itu teramat banyak dan terakumulasi lahirlah nabi.” Setiap kebaikan yang dilakukan itu meninggalkan jejak dalam DNA, berupa rumah-rumah cahaya dalam sel-sel, sehingga secara fisik pun akan meningkatkan kompatibilitas atas “cahaya Allah”, dan itu terbawa dalam garis nasab.

Menjawab pertanyaan tentang dajjal sudah datang atau belum, Mas Agus menjawab. Indikasi dajjal sudah datang sudah ada. Kita mengenali dajjal, bahwa Dajjal bermata satu, kita bisa mencoba mengamati gejala/arti mata satu. Tapi kita juga jangan sibuk mengamati gejala dajjal dan lupa membangun benteng diri dari fitnah dajjal. Yang tidak bisa dimasuki dajjal adalah mekah-madinah, maka kita harus selalu dalam koordinat mekah-madinah, yakni mensucikan terus menerus hati kita, menghadiri panggilan Allah, dan menthowafi segala hal. Dengan begitu kita akan kebal, meski dajjal telah datang. Kemudian Mas Agus menerangkan tentang iblis. “Iblis itu dulu adalah malaikat. Ia adalah Izazil. Waktu itu Allah berkata kepada sepuluh malaikatnya bahwa salah satu dari mereka akan disesatkan. Para malaikat itu takut disesatkan dan meminta do’a kepada Izazil, sang ketua pra malaikat. Semua didoakan semua malaikat dan dia lupa berdoa untuk dirinya sendiri dan akhirnya dia sendiri yang disesatkan. Dan tugas iblis adalah menggoda manusia agar tersesat, tentu sebagai imamnya, iblis disesatkan terlebih dahulu. Sesatnya iblis adalah merendahkan martabat kemanusiaan dengan sifat sombong. Hal ini bisa ditadabburi dari perubahan nuur (bahan dasar malaikat) menjadi naar (bahan dasar iblis), Naar itu api, dilambangkan dengan alif, yang ngeksis, sombong, ‘ngadeg’. Maka kalau kita sombong, dan merendahkan martabat kemanusiaan, itu tanda kita makmumnya iblis.

Melanjutkan itu, Pak Ilyas dengan gaya ger-geran menambahkan. “Jika kamu puasa di pondok pesantren itu biasa, yang berat itu puasa di lingkungan lokalisasi. Jika kamu bisa puasa di lingkungan lokalisasi dengan baik itu luar biasa, karena godaannya banyak.” Jelasnya. Yang ingin dijelaskan apa, iblis, setan itu hadir untuk menguji iman kita. Mereka adalah partner, lawan tanding. Jika kita tidak punya lawan tanding maka kita tidak pernah menang. Ibaratnya tinju atau sepak bola, kalau kita hanya berlatih tanpa adanya lawan tanding maka kita tidak bisa mengenali pola permainan kita sendiri.

Kemanakah koneksi copet, garong, germo? Mampukah mereka berpaling dari koneksi Allah? Mereka semua sebenarnya disadari atau tidak disadari terkoneksi dengan Allah. Pak Ilyas menyontohkan atas usaha pendekatan dengan kepala copet, ketika mereka ditanya tentang pekerjaannya mereka menjawab jelek, demikian juga dengan germo juga akan berpendapat bahwa pekerjaanya buruk. Pengakuan itu adalah tanda adanya koneksi antara mereka dengan Allah. Deteksi koneksitas antara kita dengan Allah itu dapat dilihat dari perbuatan. Jika kita berbuat seperti mencuri, korupsi maka kita gelisah, merasa terancam, Sebaliknya jika kita berbuat baik, hati kita tenang, tidak terancam berarti kita terkoneksi dengan Allah, cuma kita mengabaikannya karena kita sengaja meng-offline-kan diri. Tapi kalau kita sudah tidak ada rasa apapun kalau berbuat tidak baik, mungkin itu saat kita online dengan iblis, tapi itu sangat jarang, sebab di kedalaman hati manusia pasti ada cahaya Allah.

Pak Ilyas juga menyinggung bahwa kita selama ini sering terjebak pada agenda, rutinitas, dan opini yang semu. Misalnya saja, di bulan puasa kita sering menyelenggarakan kegiatan buka puasa bersama padahal kita tidak bisa memastikan yang kita ajak buka itu melaksanakan ibadah puasa apa tidak. Hotel, mall pelayannya yang biasanya pelayannya menggunakan rok mini, pada saat bulan puasa mengenakan jilbab, TV di bulan puasa seperti sekarang ini seperti mengganti Allah, ayat Allah di ecerkan oleh artis dan pelawak.

IMG-20160709-WA0003

Giliran Pak Budi Maryono yang menyampaikan uraian. Menurutnya, Pak Budi mencoba membuat permisalan dengan handphone. Handphone itu mungkin punya koneksi, tapi kalau tidak ada pulsa maka tidak bisa online. Sayangnya kita online-nya tidak unlimited tapi kita menggunakan paketan-paketan. Misalnya paketan puasa, saat puasa selesai maka kembali lagi kita tidak online dengan Allah. Paketan haji, saat sudah tidak haji ya kembali lagi melupakan Allah. Dia menceritakan tentang orang yang akan bertamu di rumahnya tanpa tanya alamatnya. Akhirnya tersasar jauh sekali. Saat ditanya kenapa, ternyata menggunakan google map dengan handphone yang pulsanya dan kecepatan tidak cukup memadai. Artinya apa, agar bisa online maka dibutuhkan akses yang bagus, hardware/hanphone yang canggih, dan tentu saja koneksi. Jika tidak demikian maka kita bisa tersesat.

Pak Budi juga mengingatkan bahwa kita tidak boleh juga terlalu yakin sudah online dengan Allah, apalagi merasa paling online dibanding yang lain. Alasannya pada saat itulah kesombongan datang, dan saat kesombongan itu datang maka berarti kita offline dengan Allah, terjadilah error.

Segala hal entah itu kesedihan, kegagalan, kegembiraan memungkinkan online kita kepada Allah itu nyambung atau sebaliknya terputus. Allah menyodorkan kepada kita masalah, membuat diri kita kalut, kalang kabut. Kemudian kita mendekat-menempel, memeluk Allah dengan intim, kemudian hati kita tenang. Ketenangan itu dari Allah yang harganya melebihi segalanya. Bagaimana sikap kita yang tepat saat masalah datang? Kita harus memilki keyakinan masalah itu dari Allah dia juga yang akan mencabutnya. Dan tugas manusia seperti difirmankan oleh Allah adalah beribadah menyembah kepadanya. Bunyi ayatnya bukan wahai jin dan manusia, Aku ciptakan kalian untuk menyelesaikan masalah. Ibadah yang kita lakukan bisa sebagai PNS, menulis, dagang dan lain sebagainya. Kalau aktivitas kita semua dipasrahkan dan diniatkan untuk ibadah, mungkin melalui jalan ibadah itu Allah mencabut masalah yang dihadapkan kepada kita tersebut.

Habib Anis, berkesempatan mengurai masalah online dan offline kepada Allah tersebut. Habib Anis menjelaskan bahwa Nabi Sulaiman saja pernah dicabut kenabiannya selama 40 hari karena beliau melihat seekor kuda dan tidak menyertakan Allah dalam ketakjuban. Menurut Habib Anis, seluruh alam semesta ini konek kepada Allah, hanya manusia saja yang kadang-kadang tidak online karena adanya hijab-hijab. Namun hijab-hijab itu tak mungkin dapat menutupi Allah sepenuhnya. Allah tetap memiliki kemungkinan untuk hadir dalam hati-hati manusia. Allah adalah yang paling besar, maka yang lain seperti dunia dengan bentuk apapun seperti tv, harta, dan lain-lain itu pasti lebih kecil dari Allah. Sesuatu yang lebih kecil tidak mungkin mampu menutupi yang lebih besar. Hijab justru muncul dari dalam diri, yaitu persangkaan, asumsi, pengetahuan, yang membuat memandang segala sesuatu dibumbui dengan dzon. Cara pandangnya tidak lagi fitrah, tetapi sudah ada persangkaan-persangkaan, itulah hijab. Hijab itu berlapis-lapis, diumpamakan dengan awan mendung gelap gulita yang menutupi cahaya, kemudian ditambah air hujan deras yang menghalangi pandangan. Meskipun demikian, Allah akan memperlihatkan kilat untuk memberi kejutan sekaligus penerangan, supaya orang bisa sadar kembali.

Jalan setiap orang untuk mempunyai kesadaran ilahiah (online) berbeda-beda. Ada orang yang setelah melihat kenyataan/peristiwa dulu baru kemudian menemukan kebesaran Allah. Ada orang yang berangkatnya dari keyakinan yang kuat, sehingga sebelum melihat kenyataan, sudah ada kesadaran bahwa apapun peristiwa yang akan terjadi itu semata-mata takdir Allah. Ada yang bersamaan, saat melihat kejadian atau mengalami peristiwa seketika itu juga sadar akan kehadiran Allah. Kejadian menjadi pemantik hadirnya Allah dalam kesadaran seseorang.

Atas pertanyaan jamaah, apakah yang sedang offline kepada Allah juga akan diberi jalan, Pak Budi Maryono menjawab: Allah itu Pengasih dan Penyayang, semuanya dikasih dan hanya yang beriman atau yang sedang online kepadanya yang disayang. Tinggal kita memilih hanya dikasih atau sekaligus disayang.

Pengajian ditutup pukul 3 pagi dengan Shohibul Baiti, sebelum sohibu baiti Musik Biasa Saja mengawali dengan Duh Gusti. Suasana di akhir begitu khusyuk, Jamaah larut dalam keheningan sepertiga malam di malam 21 Ramadhan. (Muhajir Arrosyid – Dapur GS)