blank

Mukadimah Waro Kaprawiran edisi Januari 2016

1. Masyarakat kecil saat ini dihadapkan pada kebijakan-kebijakan negara tentang pembangunan, ekonomi, juga pendidikan. Kebijakan-kebijakan itu satu sisi berpihak kepada satu golongan masyarakat, disaat bersamaan ada sebagian yang dirugikan.

2. Kebijakan yang merugikan menghasilkan benturan-benturan di tengah masyarakat. ini menyebabkan refleksi tentang nilai dan hubungan kemanusiaan menjadi kian pudar. Problem individu dan sosial semakin meruncing. Sementara negara cenderung membiarkan problem-problem itu terjadi di masyarakat. Akhirnya individu-individu masyarakat mencari solusi sendiri. Ketika solusi sosial itu tidak didapatkan, setiap individu mencari ‘ruang sambat’ di tempatnya masing-masing.

3. Media sosial akhirnya menjadi ‘ruang sambat’ publik, semua hal dicurahkan baik persoalan pribadi maupun persoalan sosial, sehingga akhirnya problem justru semakin menumpuk menjadi sampah didalam “keranjang sampah” bernama media sosial ini. Sedangkan pada prakteknya media sosial yang sekiranya bisa menjadi ruang untuk menampung sampah justru menjadi sampah baru karena ketidakmampuan media sosial mengurai sampah-sampah tersebut menjadi solusi.

4. Dunia pendidikan harusnya bisa menjadi ‘ruang sambat’ yang tepat atas problem problem yang dihadapi. Di lingkup terkecil ada keluarga yang semestinya menjadi tempat “curhat” baik bagi anak-anak maupun orang tua. Juga di sekolah ada Guru atau Ustadz yang semestinya bisa menampung problem problem individu/masyarakat. Sebaiknya sekolah saat ini dalam memberikan pendidikan tidak hanya materi pelajaran tetapi juga materi kepengasuhan, kepemimpinan. Agar anak anak bangsa dimasa depan nanti tidak hanya pintar tentang pelajaran. Tetapi juga mampu berperan dalam memyelesaikan persoalan-persoalan sosial.

5. Di tengah masyarakat, kita punya Ulama, punya tokoh-tokoh masyarakat, punya orang orang yang kita tuakan. Peran Ulama, peran tokoh masyarakat, menjadi sangat penting ketika problem sosial dan individu semakin banyak. Kapan kita bisa menjadi Kerenjang Sampah? Atau selamanya kita tergantung kepada Kerenjang Sampah?

Oleh : REDAKSI WARO’ KAPRAWIRAN